Contoh Makalah Evaluasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 
Evaluasi pembelajaran dapat diartikan sekumpulan komponen yang saling berkaitan satu sama lain yang saling berkolaborasi didalam membuat program perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil evaluasi yang dilaksanakan di Sekolah Penyelenggara Pendidikan untuk membantu guru dalam menempatkan peserta didik dalam kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapan masing-masing serta membantu guru dalam menyusun rencana evaluasi, menentukan waktu pelaksanaan dan melaporkan hasilnya yang tidak membuat kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
Menurut Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penilaian pendidikan terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian terdiri atas penilaian eksternal dan penilaian internal.  Penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran. Penilaian eksternal dilakukan oleh suatu lembaga, baik dalam maupun luar negeri yang dimaksudkan untuk pengendalian mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung dalam rangka penjaminan mutu.
Penilaian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penilaian internal terhadap hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru di kelas atas nama sekolah untuk menilai kompetensi peserta didik pada sekolah dasar tertentu pada saat dan akhir pembelajaran. Penilaian ini lebih dikenal dengan penilaian kelas. Kurikulum menghendaki adanya cara penilaian sehingga dapat diketahui perkembanganan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan tiga model kurikulum, yaitu kurikulum umum, kurikulum modifikasi dan kurikulum yang diindividualisasikan.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Lembaga pendidikan anak berkebutuhan khusus ?
  2. Apa pengertian Evaluasi anak berkebutuhan khusus ?
  3. Apa tujuan Evaluasi anak berkebutuhan khusus ?
  4. Bagaimana model evaluasi anak berkebutuhan khusus ?


C. Tujuan 
  1. Untuk mengetahui Lembaga pendidikan anak berkebutuhan khusus.
  2. Untuk mengetahui pengertian Evaluasi anak berkebutuhan khusus.
  3. Untuk mengetahui tujuan Evaluasi anak berkebutuhan khusus.
  4. Untuk mengetahui model evaluasi anak berkebutuhan khusus.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus
Penyelenggara pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan  pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan,  dan/atau satuan pendidikan keagamaan (Pasal 130 ayat 2 PP Nomor17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan).  Penyelenggaraan pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan  kejuruan diselenggarakan secara inklusif. Di dunia internasional telah banyak langkah yang dilakukan untuk mewujudkan pendidikan inklusif. Lahirnya pendidikan inklusif sejalan dengan deklarasi PBB mengenai Hak Azasi  Manusia (HAM), yaitu hak pendidikan dan partisipasi penuh bagi semua orang dalam pendidikan.
Anak-anak yang mengalami hambatan atau keterbelakangan fungsi kecerdasan atau intelektual, serta keterlambatan dalam fungsi fisik tersebut membutuhkan pelayanan pendidikan khusus agar bisa mengembangkan kemampuan yang dimiliki secara optimal. Pelayanan pendidikan tersebut bisa di dapat dengan model segregatif dan mainstreaming. Model Segregatif menghendaki anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan di lembaga khusus yang terpisah dengan anak-anak “normal”. Lembaga ini biasa disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sedangkan pendekatan Mainstreaming menunjukkan kepada suatu model pelayanan pendidikan dimana anak dengan kebutuhan khusus sedapat mungkin memperoleh layanan pendidikan secara terintegrasi bersama-sama anak yang lain dalam lingkungan yang ”normal”. Pendidikan inklusi adalah salah satu strategi dalam pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan, di mana anak berkebutuhan khusus memperoleh perhatian dan layanan pendidikan di lingkungan belajar yang sama, bersama anak-anak lainnya, secara bermutu dan sesuai dengan kebutuhannya. pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya 
Melalui pendidikan inklusif diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat dididik bersama-sama dengan anak normal lainnya. Tujuannya adalah agar tidak ada kesenjangan diantara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Diharapkan pula anak dengan kebutuhan khusus dapat memaksimalkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Layanan dalam pendidikan inklusif harus memperhatikan hasil identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil identifikasi dan asesmen tersebut dikembangkan berbagai kemungkinan alternatif program layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Layanan alternatif yang dimaksud adalah layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuannya yang dalam hal ini anak berkebutuhan khusus belajar bersama di dalam komunitas kelas yang beragam di bawah bimbingan bersosialisasi dan hidup dalam lingkungan nyata. Belajar sebagaimana siswa normal bersama guru kelas, guru bidang studi dan guru lainnya. Sedangkan guru GPK (guru pendidikan khusus) bertanggung jawab dalam pembuatan program, monitor pelaksanaan program dan mengevaluasi hasil  pelaksanaan program. Disamping itu pemberian layanan individual yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan keistimewaan dimodifikasi artinya anak berkebutuhan khusus belajar bersama dalam komunitas yang beragam dibawah bimbingan guru kelas, guru bidang studi dan guru lainnya, sedangkan guru pendidikan khusus berperan dalam membimbing beberapa aktivitas tertentu yang tidak dapat di ikuti anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan program pembelajaran individual (PPI). Masalah evaluasi pembelajaran pada sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif merupakan hal yang sangat penting untuk  dikaji lebih dalam, sebab evaluasi pembelajaran merupakan salah satu kunci keberhasilan sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif dalam membantu anak berkebutuhan khusus yang belajar di Sekolah. 

B. Pengertian Evaluasi Anak berkebutuhan Khusus
Menurut Malcolm, Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.  Sedangkan menurut Stufflebeam dan Shinkfield dalam Eko Putro Widoyoko menyatakan bahwa: Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan sesuai dengan standar yang ada. 
Menurut Brinkerhoff dalam Eko Putro Widoyoko  menemukakan bahwa : Evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), 3) pengumpulan informasi (collecting information), 4) analisis dan interpretasi informasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporan (reporting information), 6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan 7) evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation). 
Menurut Ralph Tyler dalam Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa : Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan program menurut Eko Putro Widoyoko diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan saksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang.  Program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Jadi, program adalah serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mendatangkan hasil atau pengaruh tertentu. Sehingga evaluasi program dapat didefinisikan sebagai proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. 

C. Tujuan Evaluasi Anak berkebutuhan Khusus
Menurut Suharsimi & Cepi tujuan evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya. Evaluasi memberikan manfaat baik bagi siswa, guru maupun lembaga pendidikan. Dengan adanya evaluasi, siswa dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidak memuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru agar siswa tidak putus asa. Dari sisi guru, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik dan tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Untuk lembaga pendidikan, hasil evaluasi dapat digunakan untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 

D. Model-model Evaluasi Anak berkebutuhan Khusus
Beberapa model evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan program yang dilakukan sehingga diperoleh langkah-langkah untuk melakukan perbaikan ataupun pengembangan. Model evaluasi merupakan desain evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli evaluasi, yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap evaluasinya. Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli dalam mengevaluasi program pembelajaran, yaitu sebagai berikut :

1) Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu decription dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu antecendent (context), transaction (proccess), dan outcomes.  Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan standar tertentu. 
2) Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, and Product)
Model evaluasi CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan.  Menurut Endang Mulyatiningsih model CIPP dilakukan untuk mengevaluasi apakah program telah dilaksanakan dengan langkah-langkah yang benar dan dilakukan secara komprehensif untuk memahami aktivitas-aktivitas program mulai dari munculnya ide program sampai pada hasil yang dicapai setelah program dilaksanakan.  Sesuai dengan namanya, ada empat macam fokus evaluasi dengan model CIPP, yaitu.

a. Evaluasi Konteks
Menghasilkan informasi tentang macam-macam kebutuhan yang telah diatur prioritasnya, agar tujuan dapat diprioritaskan. Sehingga menghasilkan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus.
b. Evaluasi Input
Menyediakan infoemasi tentang masukan yang terpilih, butir-butir kekuatan dan kelemahan, strategi dan desain untuk merealisasikan tujuan.
c. Evaluasi Proses
Menyediakan informasi untuk para evaluator melakukan prosedur monitoring terpilih yang mungkin baru diimplementasi sehingga butir yang kuat dapat dimanfaatkan dan yang lemah dapat dihilangkan. Di mana pada keputusan ini para evaluator mengusahakan sarana prasarana untuk menghasilkan dan meningkatkan pengambilan keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang hendak dipilih.
d. Evaluasi Produk
Mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai, dan juga untuk menentukan jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti.
3) Evaluasi Model Dyscrepancy
Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model yang dikembangkan oleh Malcom Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. 
Menurut Fernandes Dyscrepancy model terdiri dari lima tahap, yaitu : 1) Design, 2) Installation, 3) Process, 4) Product, dan 5) comparision. Langkah pertama yaitu design, design adalah mengorganisir gambaran tujuan, proses, ata aktivitas dan kemudian menggambarkan sumber daya yang diperlukan. Kedua installation, desain/definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program. Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya. Ketiga proses, pada tahap ketiga adalah pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program, tujuannya untuk memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek dari program tersebut. Keempat product, dalam tahap ini melihat tingkat pencapaian suatu program dengan harapan untuk follow up jangka panjang pemahaman atas dampak. Kelima adalah comparation, untuk membandingkan hasil yang dicapai. Jika terdapat kesenjangan maka selanjutnya memberikan rekomendasi untuk direvisi berdasarkan temuan tersebut.
4) Evaluasi Model CSE-UCLA
CSE-UCLA merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation - University of California in Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes dalam Suharsimi & Cepi memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu (a) needs assessment, dalam tahap ini evaluator memusatkan pada penentuan masalah; (b) program planning, pada tahap ini evaluator melakukan pengumpulan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasikan pada tahap pertama; (c) formative evaluation, evaluator memusatkan pada keterlaksanaan; dan (d) summative Ketiga proses, pada tahap ketiga adalah pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program, tujuannya untuk memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek dari program tersebut. Keempat product, dalam tahap ini melihat tingkat pencapaian suatu program dengan harapan untuk follow up jangka panjang pemahaman atas dampak. Kelima adalah comparation, untuk membandingkan hasil yang dicapai. Jika terdapat kesenjangan maka selanjutnya memberikan rekomendasi untuk direvisi berdasarkan temuan tersebut. 


BAB III
KESIMPULAN
Guru GPK (guru pendidikan khusus) bertanggung jawab dalam pembuatan program, monitor pelaksanaan program dan mengevaluasi hasil  pelaksanaan program. Disamping itu pemberian layanan individual yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan keistimewaan dimodifikasi artinya anak berkebutuhan khusus belajar bersama dalam komunitas yang beragam dibawah bimbingan guru kelas, guru bidang studi dan guru lainnya, sedangkan guru pendidikan khusus berperan dalam membimbing beberapa aktivitas tertentu yang tidak dapat di ikuti anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan program pembelajaran individual (PPI). Masalah evaluasi pembelajaran pada sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif merupakan hal yang sangat penting untuk  dikaji lebih dalam, sebab evaluasi pembelajaran merupakan salah satu kunci keberhasilan sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif dalam membantu anak berkebutuhan khusus yang belajar di Sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

UU Nomer 19 tahun 2015 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Maftuhatin, Lilik. ” EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DIKELAS INKLUSIF DI SD PLUS DARUL ULUM JOMBANG”, Jurnal Studi Islam , Valume 5 Nomer 2. oktober 2014.

Tyibnapsis, Farida Yusuf. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta, 1989.

Widoyoko, Eko Putro. Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik . Yogayakarta: Pustaka Belajar, 2009.

Arikunto , Suharsimi. dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014.

Mulyatiningsih, Endang. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Alfabeta, 2012.

Belum ada Komentar untuk "Contoh Makalah Evaluasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel