Sejarah Munculnya dan Perkembangan Orientalisme

Sejarah Munculnya dan Perkembangan Orientalisme

            Tradisi orientalisme telah muncul pada penghujung abad ke- 18, yakni di Inggris tahun 1779, di Perancis tahun 1799 dan dimasukkan kedalam kamus Akademi Perancis pada tahun 1838. Orientalisme yang merupakan salah satu dari aliran pemikiran pencerahan tersebut, khususnya tentang orientalisme ketuhanan (lahuti), telah lebih dahulu muncul sejak adanya Keputusan Komisili Gereja Viena tahun 1312, yang ditandai dengan masuknya bahasa Arab kedalam kajian diberbagai Universitas di Eropa.

            Munculnya studi Islam sebagai bagian dari studi ketimuran di Eropa, ditengarai muncul pada abad ke-19. Studi ketimuran yang dibangun dengan pola studi klasik dan hampir selalu berkaitan dengan sejarah tersebut, mencakup kajian tentang bahasa , sejarah dan budaya Asia dan Afrika Utara, yang pada umumnya didasarkan pada fiologi[1]. Studi ketimuran di Eropa mengalami perkembangan di abad ke-19, seiring dengan ekspansi ekonomi dan politik ke Asia dan Afrika, yang kemudian menumbuhkan minat para sarjana Eropa (terutama Jerman ) terhadap keberagaman dan  budaya di Timur
            Bukti lain dari ketertarikan sarjana Eropa, khususnya Jerman terhadap dunia ketimuran tersebut tercerminkan dari hasil seminar untuk bahasa bahasa ketimuran ( Seminar fur Orientalische Sprachen )  yang diadakan di Berlin tahun 1887. Di Jerman terdapat bahas, budaya, dan agama bahkan menjadi inti dari Studi Islamyang kemudian dikenal istilah “Seminar Orientalis “, dan berada di Fakultas Seni dan dan bukan dibawah Fakultas Teologi . Perkembangan tradisi keserjanaan di Jerman , telah menjadi konstribusi besar bagi kemajuan studi Islam di Eropa padaumumnya. Hal ini dikarenakan Orientalisme Jerman pada Studi Islamm memiliki tradisi yang demikian kuat, terbukti dengan munculnya sejumlah nama besar pada periode pertama, yakni Theodor Noldeke, Julius Wellhausen dan Ignaz Goldziher menyusul Helmut Ritter, Carl Brockelman dan Carl Henrich Becker pada periode kedua.
Berbeda dengan Brocklman, seorang ilmuan yang cukup produktif,dan dia merupakan seorang pendatang baru dalam dunia akademis, yang dititinya ketika berumur 40 tahun telah berpindah dari karir politik. Kelebihan Becker ini terbukti mereviem publikasi paling penting tentang seni dan archeology muslim. Kendati mempelajari hal tersebut, Becker berkeyakinan bahwa bukanlah agama yang menciptakan peradapan tetapi justru peradabanlah yang membentuk agama. Karena itu, dalam konteks ini, benarjika dinyatakan bahwa Becker adalah  seorang tokh sosiologi  ( dalam membentuknya yang mash sederhana ), yang mempelajari agama dari fenomena keberagamaanya, menyangkut pemahaman dan praktik keagamaan yang dilkukan seorang atau kelompokterhadap agam yang diyakini.
Adapun motif lahirnya Orientalisme,dapat dikategorikan pada motif agama, politik, ekonomi, dan keilmuan. Dalam prespektif agam, Barat dapat dinyaktakan sebagai representasi Kristen. Kehadiran Islam yang banyak melakukan koreksi atas sejumlah ajaran Kristenisasi. Oleh karena itu, diantara sasaran Orientalisme  dari sisi agama adalah menumbuhkan keraguan tas al qur`an dan hadits. Fiqih dinyatakan sebagai adopsidari hukum Romawi, yang mengisolasi bahasa Arab dari ilmu pengetahuan yang berkembang, mengembalikan Islam ke sumber Yahudi dan Nasrani, serta mengangkat hadits dhoif dan mawdhu`  untuk membngun dan menompang teori teorinya.
Secara politik, aneksasi Islam terhadap sejumlah wilayah yang berada di wilayah kekuasaan Kristen juga menjadi memicu tersendiri bagi tumbuhnya keingina kuat Barat untuk mengembalikan kejayaan dan politiknya. Dalam konteks ini dapat dinyatakan, bahwa munculnya Orientalisme tidak dapat dipisahkan dengan konolisasi, sehingga kajian mereka terhadap islam belim tentu benar benar objektif. Sasaran politik dari Orientalisme adalah melemahkan ukhuwah islamiah  serta menggalakkan pengajaran bahasa Asing dengan tujuan agar umat Muslim memahami tradisi dan budaya mereka.
Secara ekonomi, meluaskan wilayah konolisasi mengharuskan mereka mencari wilayah untuk memasarkan produksi dan hasil industrinya. Untuk kepentingan ini, pemerintah Barat mengeluarkan biaya banyak untuk mnelitidan memahami bangsa bangsa Timur.
Sedangkan secara Keilmuan, kajian Orientalisme dalam dikategorikan pseudo ilmiah namun ada juga yang benar benar ilmiah. Sebaian dari mereka, ada yang semata mata belajar Islam untuk kepentingan pengetahuan ilmu pengetahuan, hingga ada yang kepada esensi Islam dan bahkan ada yang menjadi muslim.

Berbagai Teori dan Asumsi Orientalisme tentang Hadits dan Bantahan Sarjana Muslim.

Orientalisme bukanlah paham yang bisa di jelaskan secara tunggal, karena ia bukanlah faham yang monolitik.  Diantara para Orientalis tersebut, ada yang memr memiliki concern terhadap Islam. Dalam pengertian mempelajari Islam sebagai ilmu pengetahuan secara murni, namun ada juga yang mendekati ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini secara lebih tendensius, baik karena tendensius Agama, politik, ekonomi maupun lainnya. Oleh karena itu secara umumkajian Orientalisme terhadap Islam, khusunya hadits menurut Syahiron[2] dapat dipetakan menjadi tiga asumsi :
Ø  Asumsi Spektif  ( Asumsi/ prespepsi yang meraguka Orientalis Hadits Nabi )
Ø  Asumsi Non-Spektif. ( Asumsi yang tidak meraguakan Orientalis Hadits Nabi )
Ø  Asumsi Middle Ground. ( Asumsi yang menengahi dua teori yang berlawanan )

1.      Tokoh tokoh Asumsi Spektif yang terkemuka adalah : Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, HA. Juynboll, Michael Cook dan Eckatt Stetter.

2.      Tokoh Asumsi non-spektif dan Sejarahnya, salah satunya ialah Nabia Abbot, Seorang guru besar di Chicago . Ia berkesimpulan bahwa terbukti bukti konkrit yang menunjukkan adanya pencatatan dan penulisan Hadits sejak kurun pertama Hijriah.

Serta ia berpendapatnsejak awal dalam Islam telah ada tradisi tulis menulis selain Al qur`an. Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang menyatakan bahwa hadits adalah bentuk pemalsuan dalan Islam. Dalam penelitiannya, Abbot mendapatkan kesimpulan bahwa banyak data sejarah yang menghimpun informasi tentang karya karya generasi awal Islamyang bersumber berbagai kitab. Dengan demikian , tradisi tulis menulis , termasuk didalamnya penulisan Hadits Nabi SAW, merupakan penopong tradisi lisan yang berkembang pada masyarajat Arab era itu.[3]

3.      Tokoh Asumsi Middle Ground dan Sejarahnya
Asumsi ini pada mulanya di wakili oleh Harald Motzki, seorang professor Hadits di Universitas Nijmegen Belanda.



[1] Azim Nanji ( ED. ), Peta Studi Islam : Orientalisme dan Arah Baru Kajian Islam di Barat, ( Yogjakarta ; Fajar Pusaka Baru, 2003), 2 .
[2] Syahiron Syamsudin,’’ Pemetaan penelitian Orientalisme Terhadap Hadits’’ dalam M. Nur Kholis Setiawan dan Syahiron Syamsudin dkk, Orientalisme al qur`an dan Hadits ( Yogjakarta: 2007) hal 46-49
[3][3] Sahiron Syamsudin, ‘’Pemetaan Penelitian Orientalisme “. Hal 49.

2 Komentar untuk "Sejarah Munculnya dan Perkembangan Orientalisme"

  1. syukron .. sangat bermanfaat karna referensi yang tertera dan jelas :)

    BalasHapus
  2. sama - sama terima kasih kunjungannya

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel