contoh makalah ulumul hadis
19.27
Tambah Komentar
A.PENDAHULUAN
Pelabelan hadist yang tertuju pada kualitas tertentu dalam islam mengalami perkembangan variasi sert cakupan yang berbeda. Dalam ilmu hadist dikenal dengan beberapa istilah yang berkaitan dengan perawi hadist sebagai media penyampai hadis. Kredibilitas dan intelektual merupakan kajian yang tidak dapat dipisahkankan dari perawi. Semakin tinggi kredibilitas dan intelektualnya, berarti semakin kuat pelabelan hadistnya, dan sebaliknya, semakin rendah kredibilitas dan intelektualnya, maka semakin lemah pelabelan hadistnya.
Secara garis besar, hadist menurut kualitasnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hadist Sahih, hadist Hasan, dan hadist Dhaif. Ada lima unsur yang berkaitan dengan penentuan kualitas hadist, diantaranya sanad bersambung, perawi yang adil, perawi yang dabit (intelektual yang tinggi), terhindar dari syadz (kejanggalan), dan terhindar dari illat (cacat yang sangat)
Dari ketiga unsur hadist diatas, kami akan membahas tentang bagaimana menentukan kriteria suatu hadis. Selain itu untuk mengetahui nilai-nilai kehujjahan diantara hadis sahih, hasan maupun daif serta aplikasi hadis tersebut.
B.1. MENGENAL ISTILAH DALAM ILMU HADIST
a.Klasik I (periode abad 1-2)
Di dalam perkembangannya, pembagian ilmu hadist sebenarnya baru mengalami perkembangan saat setelah kekuasaan kulafaur rasyidin selesai, karena pengkajiannya dulu sangat dibatasi. Selain itu, di masa ini hadis hanya disebarkan ke berbagai daerah tanpa dikumpulkan atau dibukukan.
b.Klasik II ( 3- 4 )
Pada masa setelahnya, yaitu pada masa pemerintahan Umas bin Ash, hadis-hadis tersebut dikumpulkan namun belum muncul istilah sahih, hasan, ataupun dhaif. Baru pada abad selanjutnya perkembangan mulai menggeliat. Ini ditunjukkan dengan kitab-kitab yang mulai bermunculan, yaitu kitab karangan Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai indikator pertama sejarah penulisan hadis shahih. Dan hadis-hadis yang tidak termasuk didalamnya, masuk kepada hadist daif.
Di masa ini, pembagian hadis mendapatkan tambahan baru, yaitu hadis hasan. Orang yang pertama kali memperkenalkan bahwa hadits terbagi atas pembagian ini (sahih, Hasan, dan daif) adalah Abu Isa At-Tirmidzi dan pembagian ini tidak dikenal dari seorang pun pada masa-masa sebelumnya. Adapun sebelum masa At-Tirmidzi, di kalangan ulama hadits pembagian tiga kualitas hadits ini tidak dikenal oleh mereka, mereka hanya membagi hadits itu menjadi sahih dan daif.
c.Kontemporer
Pada masa ini, pembagian hadis mulai dibagi per tingkatan-tingkatannya, yaitu pada hadis sahih, muncul hadis Shahih li Dzatihi, dan hadis Shahih li ghairihi. Pada hadis hasan juga muncul hal yang sama seperti pada hadis sahih, yaitu hasan li dzatih dan hasan li ghairih. Sementara itu di dalam hadis daif, pembagiannya meliputi hadis Matruk, hadis Munkar, hadis Syadzdz dan lain-lain
2. ISTILAH DALAM ILMU HADIST
1. SHAHIH
a. Kaidah Hadist Sahih
ada beberapa pendapat ulama hadist mengenai Hadist sahih, diantaranya :
a.menurut Ibn Salah dalam Muqadimahnya :
ا لحد ىث ا لعحيح هؤ ا لحد يث ا لد ى ا تصل ستد ه بنقل ا لعد ل ا لضا بط عن ا لعد ل ا لضا بط اللى منتها ه و لا يكو نشا د ا و لا معللا
“ hadist sahih adlah hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dabit dari rawi lain yang (juga) adil dan dabit sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat)”
b.menurut Imam Nawawi dalam Tadrib ar-rawii fii syarh taqrib an-Nawawi :
ما ا تصل سند ه با لعد و ل ا لصا بطين من غير سد و ذ و لا علة
“ hadist sahih adalah hadis yang sanadnya mutassil (bersambung) melalui periwayatan orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz dan illat”
c.menurut Tahir al-Jazaa’iri Dimasyqii dalamkitab taujih an_nadzar ilaa Usuul al-Atsar
ا لحد يث ا لصحيح هو ا لحد يث ا لد ي يكو ن متصل ا لا سنا د من ا و له الي منتها ه ينقل ا لعد ل ا ا لضا بط عن مثله و لا يكو ن فىه سد و د ولا عله
“ hadist sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung dari awal sanad sampai akhir sanad, yang diriwayatkan orang adil dan dabit dari perawi semisalnya, tanpa syadz dan illat ”
Syarat-syarat hadis agar memenuhi kriteria hadis sahih adalah :
Sanad bersambung
Yaitu bahwa setiap rawi harus mempunyai sanad yang berangkai dan meriwayatkan dari rawi sebelumnya sampai Rasulullah saw.
Ulama hadist memberikan beberapa nama yang berbeda dalam memeberikan nama untuk sanad yang bersambung. Al-Khatib Al-bagdadi memberikan nama musnad. Sedangkan Ibn. Salah memebrikan nama muttasil atau mausul.
Ada beberapa cara ulama hadist untuk mengetahui sanad yang bersambung, diantaranya :
1.Mencatat semua periwayat dalam sanad yang diteliti
2.Mempelajari sejarah hidup masing-masing perawi melalui kitab rijjal hadist.
3.Meniliti kata-kata yang menghubungkan periwayat satu dengan yang lainnya.
Adil
Kata adil memiliki beberapa arti baik istilah maupun bahasa. Menurut bahasa kata adil berarti keadilan, pertengahan, lurus, condong kepada kebenaran.
Kata al-adalah (ا لعدله) mempunyai pengertian watak atau tabiat seseorang untuk senantiasa menjaga kepribadiannya dan bertaqwa, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, seperti fasiq atau kufur. Manusia yang adil adalah manusia yang tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak membiasakan melakukan dosa kecil, dan tidak pernah menyalahi aqidah dari nabi Muhammad saw, serta ulama terdahulu.
Dalam konsep ‘adalah, ada konsep muru’ah yaitu etika untuk menghiasi diri dengan budi pekerti luhur, yaitu dua hal (1) menjauhi dosa kecil yang berhubungan dengan panca indera (2) menjauhi perbuatan mubah yang menyebabkan menjadi terhina atau hilangnya kehormatan.
Syarat adil ini berlaku untuk periwayatan, bukan persaksian. Secara garis besar perawi yang memiliki sifat adil berdasarkan kriteria :
1.Selalu taat kepada Allah dan Rasulullah serta menjauhi perbuatan maksiat
2.Menjauhi dosa kecil yang dapat merendahkan dirinya
3.Tidak melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan penyesalan.
Dabit
dabit berarti orang yang menyampaikan harus bersifat siqah (dapat dipercaya riwayatannya). Rawi dabit yaitu rawi yang kuat hafalannya sehingga penyampaiannya baik dan benar. Rawi dabit juga rawi yang cermat dalam pencatataan danpebukuan hadis dan mampu mengungkapkan keblai dengan cermat sehingga tidak bercampur aduk. Oleh karena itu ada maa peralihan keadaan rawi tersebut, yaitu (1) rawi yang kecerdasan intelektualnya belum mengalami perubahan, (2) rawi yang kecerdasan intelektualnya mengalami perubahan.
Dalam dalam ilmu hadist dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) dabit sadr, yaitu rawi yang hafal dengan cermat hafalnya dalam apa yang didengar dan mampu mengungkapkannya kembali dengan tepat, (2) dabit kitab, yaitu kemampuan rawi yang menjaga dan menghafal tulisan, mulai dari mendengar, menulis, dan menyampaikan kembali tanpa perubahan.
Sedangkan dalam segi tingkatan, ada 3 tingkatan dabit, yaitu (1) dabit ulya, yaitu dabit yang dipakai untuk hadis sahih, dan (2) dabit wusta dan (3) dabit dunya yang digunakan dalam hadist hasan.
Syadz
kata syadz dalam bahasa berarti jarang, menyendiri, asing, menyalahi aturan, dan menyalahi aturan yang banyak. Sedangkan syadz nya perawi yang tsiqah yang meriwayatkan hadist yang tak diriwayatkan perawi lain ataupun perawi yang meriwayatkan sebuah hadist yang juga diriwayatkan perawi lain, namun timbul kejanggalan.
Syadz adalah kondisi kerancuan, dimana rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat kedudukannya, sehingga yang kuat harus diunggulkan.
Illat
Illat artinya cacat, yaitu terbebas dari kepalsuan, ataupun hal-hal yang dapat mengurangi kualitas hadist tersebut
Kaedah kesahihan sanad hadist yang meliputi kaedah mayor dan kaedah minor
Kaedah Kesahihan Sanad dan Matan Hadist
a) Unsur-unsur kaedah mayor yang berkenaan dengan sanad.
Para ulama mutaqaddim belum menetapkan kriteria hadist shahih secara jelas, tapi pada umumnya mereka hanya memberikan pernyataan tentang penerimaan berita yang bisa diperpegangi. Pernyataan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
1) Tidak boleh diterima suatu riwayat hadist kecuali dari orang yang tsiqah.
2) Periwayat harus dilihat kualitas ibadahnya, perilaku dan keadaannya.
3) Harus mempunyai pengetahuan tentang hadist.
4) Tidak berdusta dan tidak suka mengikuti hawa nafsunya.
5) Tidak ditolak kesaksiannya
Jika ditelusuri antara Bukhari dan Muslim umpamanya, tampak ketidakjelasan kriteria yang ditetapkan. Keduanya hanya berdasar pada penelitian para ulama, sehingga kriteria yang diperpegangi oleh keduanya adalah: (1) sanadnya harus bersambung (2) sanadnya harus siqah (3) terhindar dari cacat dan illat (4) sanad yang berdekatan harus sezaman dan bertemu. Mengenai sanad yang berdekatan bagi Muslim cukup sezaman, sedangkan Bukhari mengharuskan bertemu langsungsehingga dapat dikatakan bahwa kriteria yang ditetapkan oleh Bukhari lebih ketat dibanding kriteria yang ditetapkan oleh Muslim.
Sementara itu, ulama muthakhirin telah memberikan penjelasan yang tegas tentang apa yang dimaksud hadis shahih, seperti yang dikemukakan oleh ibnu al-Shalah, yaitu: a) Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi, b) Seluruh periwayatannya adil dan dhabit, c) Terhindar dari Syaz dan Illat. Penegasan tersebut meliputi sanad dan matan hadits.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh para Muhadditsin lainnya, seperti al-Nawawi, mahmud Tahkan, Subhi al-Saleh.
1) Sanadnya bersambung
2) Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabit
3) Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil
4) Sanad hadis terhindar dari syuzus
5) Sanad hadis terhindar dari Illat.
.Syuzus, seperti yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i adalah apabila suatu hadist diriwayatkan oleh seorang tsiqah bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tsiqah. Karena itu suatu syuzus ada pada suatu hadis jika ada pertentangan. Sedangkan illat adalah suatu sebab yang tersembunyi yang menyebabkan rusaknya kualitas hadis, dimana hadis itu kelihatannya sahih, setelah diteliti ternyata tidak shahih.
b) Unsur-unsur kaidah minor yang berkenaan dengan shahih
Yang menjadi dasar dalam pembahasan kaidah minor kesahihan sanad hadis adalah kaidah mayor itu sendiri, sesuai pendapat M. Syuhudi Ismail, yaitu:
1.Sanad Bersambung
Maksudnya adalah, bahwa dalam peristiwa suatu hadis dimana sanad pertama bersambung terus sampai akhir sanad, yakni setiap sanad terdekat dari sanad lain harus bertemu, minimal sezaman. Untuk mengetahui bersambung tidaknya suatu sanad hadis. Maka jalan yang harus ditempuh adalah:
a) Mencacat semua periwayat dalam sanad yang diteliti.
b) Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat.
c) Meneliti kata-kata yang dipakai sebagai penghubung.
Hadis yang bersambung sanadnya disebut muttasil dan yang sanadnya sampai kepada sahabat disebut maukuf dan yang sampai kepada Nabi disebut marfu’: Oleh karena itu kaedah minornya adalah: (a) Muttasil, (b) Marfu’ dan (c) terhindar dari syuzus dan illat.
1.Periwayat Bersifat Adil
Adil menurut pengertian bahasa adalah, tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang. Namun dalam hal ini terdapat perbedaan di antara para muhaddisin tentang apa yang dimaksud dengan periwayat bersifat adil. Walaupun demikian oleh M. Syuhudi Ismail menyimpulkan dari beberapa pendapat dimaksud sebagai berikut:
1.Beragama Islam
2.Mukallaf yang meliputi baligh dan berakal
3.Melaksanakan ketentuan agama, yang meliputi:
1) Teguh dalam agama
2) Tidak berbuat dosa besar
3) Menjauhi dosa kecil
4) Tidak berbuat bid’ah
5) Tidak berbuat maksiat
6) Tidak berbuat fasiq
7) Berakhlak yang baik
1.Memelihara muruah dengan hal-hal yang dapat merusak muruah.
Mengenai ketaqwaan seorang periwayat, menjadi kriteria umum yang meliputi kaedah kesahihan sanad. Adapun kriteria seorang periwayat adalah dapat dipercaya beritanya dan biasanya benar merupakan akibat dari sosok pribadi yang telah memenuhi persyaratan di atas. Secara implisit telah tercakup pada empat poin dimaksud dengan periwayat yang adil. Jika kaidah minor dari periwayat yang bersifat adil adalah: (1) Beragama Islam, (2) mukallaf, (3) melaksanakan ketentuan agama (4) memelihara muru’ah.
1.Periwayat Bersifat Dlabith
Secara etimologi, dlabith berarti kokoh, kuat dan tepat, mempunyai hapalan yang kuat dan sempurna. Sedangkan menurut muhadditsin, dlabith adalah sikap penuh kesadaran dan tidak lalai, kuat hapalannya bila hadist yang diriwayatkan berdasarkan hapalan, benar tulisannya manakala hadist yang diriwayatkan berdasarkan tulisan, dan jika meriwayatkan secara makna, maka ia pintar memilih kata-kata yang tepat digunakan.
Adapun kaedah minornya adalah sebagai berikut:
1.Periwayat itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya.
2.Periwayat hapal dengan baik riwayat yang diterimanya.
3.Mampu menyampaikan riwayat yang diterima dengan baik kepada orang lain kapan saja diperlukan.
Kaedah Kesahihan Matan Hadist yang Meliputi Kaedah Mayor dan Kaedah Minor
Dari ketentuan hadist Shahih seperti yang dikemukakan oleh Ibn al-Shaleh, maka tampak adanya unsur sanad dan matan hadist di dalamnya, sebab suatu hadist dikatakan shahih manakala shahih dari segi sanad dan matan unsur kaedah kesahehan matan hadist dalam ketentuan dimaksud adalah terhindar dari syudzuz dan illat.
Secara etimologi Syadz berarti: jarang menyendiri, yang asing, menyalahi anturan dari orang banyak. Karena itu syadz adalah suatu matan hadist bertentangan dengan matan-matan hadist lain yang lebih kuat dan mempunyai obyek pembahasan yang sama. Sedangkan Illat berarti cacat, penyakit atau keburukan. Karena itu juga suatu matan hadist yang mengandung cacat, mengurangi nilai dan kualitas hadits.
Adapun yang dapat dijelaskan patokan dalam penelitian matan hadist adalah yang dikemukanan oleh al-Khatib Al-Bagdadi, sebagaimana yang dikutip oleh M. Syuhudi Ismail sebagai berikut:
1.Tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran yang muhkam.
2.Tidak bertentangan dengan akal sehat
3.Tidak bertentangan dengan hadist mutawatir
4.Tidak bertentangan dengan amalan yang menjadi kesepakatan ulama salaf.
5.Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti.
6.Tidak bertentangan dengan hadist ahad yang kualitasnya lebih kuat.
Sementara itu, Shalahuddin al-Abidi mengemukakan empat macam kaedah kesahihan matan hadist, yaitu sebagai berikut:
1.Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran
2.Tidak bertentangan dengan hadist yang kualitasnya lebih kuat
3.Tidak bertentangan dengan akal sehat
4.Susunan pernyataan menunjukan ciri-ciri sabda kenabian.[
Walaupun kaedah tersebut masih bersifat umum bila dibandingkan dengan yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Bagdadi, namun masih nampak adanya hal-hal yang tidak tercakup didalamnya.
Kaedah kesahihan yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama di atas dinyatakan sebagai kaedah dalam meneliti kepalsuan suatu hadist. Menurut jumhur Ulama, tanda-tanda matan hadist adalah:
1.Susunan bahasanya rancu
2.Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.
3.Isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam.
4.Isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah)
5.Isinya bertentangan dengan petunjuk al-Quran atau hadist mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
6.Isinya bertentangan dengan sejarah
7.Isinya berbeda di luar kewajiban bila diukur dari petunjuk umum ajaran Islam.
Jika yang menjadi tanda-tanda hadist palsu dipakai dalam menentukan kaedah kesahehan matan hadist, maka matan hadist shahih adalah yang bertentangan dengan hadist palsu. Jadi matan hadis sahih adalah:
1.Tidak bertentangan dengan Al-Quran
2.Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir dan hadis ahad yang kualitasnya lebih kuat.
3.Tidak bertentangan dengan akal sehat
4.Tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan
5.Tidak bertentangan dengan ijma’ ulama salaf.
6.Susunan bahasanya sesuai kaedah bahasa Arab
7.Tidak bertentangan dengan fakta sejarah dan sunnatullah.
b. Macam
1. Shahih li Dzatihi,
yaitu hadis yang mencakup semua syarat-syarat atau sifat-sifathadis maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi semuasyarat shahih,dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak keshahihan, keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis mengemukan contoh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْه،قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي ؟ قَالَ :أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أَبُوكُ
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang tidakterdapat ke-syaz-an maupun illat
2. Shahih li ghairihi
yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara sempurnasyarat-syarat tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan melalui sanad yang lain yang samaatau lebih kuat darinya, dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannyadiraih melalui sanad pendukung yang lain. Berikut contoh hadis shahih li ghairihi yangdiriwayatkan oleh at-Tirmidzi :
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُاللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاة. ٍ
Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li ghairihi sebagaimanadijelaskan diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad bin ‘Amr yang dikenalorang jujur, akan tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanyasampai ke tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain,yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’rajdari Abu Hurairah (pada contoh hadis shahih li dzatihi).
d.istilah yang semakna dengan sahih
kata sahih ( صح) berarti benar semakna dengan kata (ا لصح) yang berarti sehat apabila dihubungkan dengan kata (ا لسقم), dan juga berarti haq (ا لحق) jika disandingkan dengan kata (ا لبا طل).
Istilah yang lain yang meliputi hadis sahih menurut Jamaluddin al-Qasami adalah Jayyid, Qawwi, Shalih, Ma’ruf, Mahfudz, Mujwwad, Tsabit, dan Maqbul. Semua ini sama makna nya dengan Sahih walaupun ada beberapa perbedaan diantara istilah tersebut.
Jayyid artinya baik, Qawwi artinya kuat. Shalih artinya sah, Ma’ruf artinya terkenal baik dan tiada mungkar, Mahfudz artinya terpelihara. Mujawwad artinya dipandang baik, sedangkan Tsabit artinya mantap
e . tingkatan hadist sahih
Tingkatan sahih mempunyai perbedaan yang disebabkan perbedaan tingkat keadilan, kedabitan, dan syarat-syarat yang lain. Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang bersanad ashahul asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut :
1.hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
2.hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri
3.hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri
4.Hadis sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim, sedangkan kedua Imam itu tidak men-takhrij-nya.
5.Hadis sahih yang menurut syarat Bukhari, sedangkan Imam Bukhari sendiri tidak men-takhrij-nya.
6.Hadis sahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri tidak men-takhrij-nya.
7.Hadis sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari dan Muslim. Ini bearti so pen-takhrij tidak mengambil hadis dari rawi-rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih diperselisihkan. Akan tetapi, hadis yang di-takhrij-kan tersebut,disahihkan oleh imam-imam hadis yang kenamaan. Misalnya hadis-hadis sahih yang terdapat pada Shahih Ibnu Huzaimah. Shahih Ibnu Hibban, dan Shahih Al-Hakim.
e. kitab
Mannaa’ Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa diantara kitab-kitab yang memuat hadis sahih adalah :
a.Shahih Bukhari d. Shahih Ibn Hibban
b.Shahih Muslim e. Shahih Ibn Khuzaimah
c.Mustadrak al-Hakim
Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih adalah:
a. Shahih Bukhari e. Sunan an-Nasa’i
b. Shahih Muslim f. Sunan Ibn Majah
c. Sunan Abu Daud g. Musnad Ahmad ibn Hanbal
d. Sunan at-Tirmidzi
Nuruddin ‘Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan bahwakitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih antara lain:
a.al-Muwattha’d. Shahih Ibn Khuzaimah
b.Shahih Bukharie. Shahih Ibn Hibban
c.Shahih Muslimf. Al-Mukhtarah
2. HASAN
a. Kaidah Hadist hasan
ada beberapa ulama yang mempunyai pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadist Hasan, diantaranya :
1)Al-Khatabi
ا لحسن : ما عر ف محر جم و ا شتهر ر جا له : و علئه مد ا ر ا كثر وهو ا لد ئ ئقله ا كثر ا لعلما ء و ئستعمله عا مة ا لفقها ء
“setiap hadist yang diketahui jalan keluarnya, dikenal para periwayatnya, ia merupakan rotasi beberapa hadis dan dipakai oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih”
2)Imam Tirmidzi
كل حد يث ير و ي و لا يكو ن في ا سنا د ه من يتهم بللكدب ولا يكو ن شا د ا و ير و ي من غير و جه نحو ذ لك
" setiap hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak tertuduh berdusta, tidak syadz (kejanggalan), dan diriwayatkan tidak hanya dengan satu sanad (jalan)”
3)Ibn Hajar al-Asqalani
ا لحديث ا لحسن هو ا لحد يث ا لد ي ا تصا ل سند ه بنقل عد ل خف ضبطه غير شا ذ ولا حعلل
“ hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalannya, tidak rancu dan tidak cacat”
b. Macam
sebagaimana hadis sahih, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan hasan li ghairih.
1)hadis hasan li dzatih
ان يكو ن ر ا و يه من ا لمشهو ر ين با لصد ق و ا لا ما نة غير ا نه لم يبلغ د ر جا ل الصحيح لكو نه يقصر عنهم في الحفظ والاتقا ن
“hendaknya rawinya dikenal dengankejujurann dan amanahnya, hanya saja tidak mencapai derajat sahih. Hal ini disebabkan karena rawinya kurang dari segi hafalannya dan dari segi kepercayaannya. “
Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut hadis hasan li dzatih. Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadis sahih, hanya saja lemah dari segi hafalan dan kepercayaannya.
2)hasan li ghairih.
الحد يث الد ي لا يخلو رجال ا سناده من مستور لم تتحقق اهليته غير انه ليس مغفلا كثير الخطا فيما يرويه ولاهومتهم بالكذ ب في الحديث – اي لم يظهر منه يعمد الكذ ب في الحد يث ولا سبب اخر مفسق – ويكون متر الحد يث مع د لك قد عرف بان روي مثله او نحو من وجه ا خر اواكثر حتي اعتضد بمتا بعة من تابع واويه علي مثله اوبما له من شاهد وهوورود حد يث اخر بنحوه
“hadis hasan lighairihi adalah hadis yang di dalam sanadnya ada orang yang tidak diketahui keadaannya, yang tak dapat dipastikan keahliannya. Dalam pada itu dia buka seorang yang sangat lalai, dan tidak pula tertuduh dusta dalam periwayatan hadis dan tidak pula terdapat padanya suatu sebab yang menyebabkan dipandang fasikh dan dibantu oleh seseorang perawi yang mu’tabar, baik yang merupakan mutabi’, ataupun syahid”
Adapun hasan li ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banyak salah, dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’i dan syahid. Hadis dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya (su’u al-hifdzi), tidak kenal identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik derajatnya menjadihasan li ghairihkarena dibantu oleh hadis-hadis lain yang semisaldan semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkan.
d.istilah dalam hadis hasan
Istilah yang lain yang meliputi hadis hasan menurut Jamaluddin al-Qasami adalah Jayyid, Qawwi, Shalih, Ma’ruf, Mahfudz, Mujwwad, Tsabit, dan Maqbul. Semua ini sama makna nya dengan Hasan walaupun ada beberapa perbedaan diantara istilah tersebut.
Jayyid artinya baik, Qawwi artinya kuat. Shalih artinya sah, Ma’ruf artinya terkenal baik dan tiada mungkar, Mahfudz artinya terpelihara. Mujawwad artinya dipandang baik, sedangkan Tsabit artinya mantap
Lalu ada penggabungan istilah lain dalam hasan, diantaranya : Hasan-sahih, hasan-garib, sahih-garib, hasan-sahih-garib, istilah ini tergolong baru dalam bidang Mustalahul al-hadis. Para ulama berusaha melakukan ijtihad untuk memecahkan istilah tersebut
Lalu pengembangan istilah-istilah berikut yang dapat mengklasifikasi tingkatan hasan, yaitu
1)hasan sahih, yaitu hadis yang sanadnya banyak dan mencapai derajat sahih, sanadnya bisa terdiri dari 2 sanad, yaitu sanad hasan dan sanad sahih.
2)Hasan garib, yaitu adanya garib di sanad dan matan (hasan lidzatihi)
3)Sahih garib, yaitu hadis yang mencapai sahih, namun terdapat garib di rawinya (menyendiri)
4)Hasan sahih garib, yaitu hadis yang sanadnya gharib ,
e.hadist hasan meningkat ke sahih
seperti yang kita ketahui, hadis hasan adalah hadis sahih namun tingkat daya hafalannya rendah. Maka hal ini dapat ditingkatkan menjadi hadis sahih apabila keadaan perawinya meningkat, bukan hadisnya yang berubah. Yaitu apabila perawi diketahui hafidz, dhabit, terkenal shaduq dan tsiqah serta diriwayatkan beberapa jalan, walaupun sanadnya kurang kuat, namun dapat berubah menjadi sahih.
Selanjutnya ada lagi hadis hasan li-dzatihi yang diriwayatkan lagi dari jalan yang lain yang lebih kuat, ini bisa menjadi hadis sahih, karena sanad pertama yang kurang kuat, bisa dikuatkan lagi oleh sanad yang lebih kuat tadi.
f.kitab
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadis-hadis hasan secara terpisah sebagaimana mereka melakukan nya dalam hadis sahih, namun menggabungkannya dengan hadis sahih maupun hadis daif. hadis hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya:
1)Jami’ At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk mengetahui hadis hasan.
2)Sunan Abu Dawud
3)Sunan Ad-Daruquthi
4)Al-Mujtaba, karya Imam Abu Abdirahman Ahmad bin Syu’aibal-Nasa
5)Sunan al-Musthafa, karya Ibn Majah Muhammad bin Yazid al-Qazwini
6)Al-Musnad, karya Imam Ahmad bin Hambal
7)Al-Musnad, karya Abu Ya’la al-Maushulihi bin Ali bin al Mustna
3. DHAIF
a. Kaidah Hadist dhaif
كل حد يث لم يحبتمع فيه صفا ت ا لحد يث ا لصحيح ولا صفا ت ا لحد يث ا لحسن الد كورا ت فيما تقدم فهو حد يث ضعيف
“ setiap hadis yang tidak terkumpul di dalam sifat-sifat hadis sahih dan tidak terkumpul juga sifat-sifat hasan sebagaimana keterangan yang telah lampau maka dinamakan dengan hadis da’if ”
Ada beberapa kriteria hadis daif berdasakan sanad, rawi dan matan, diantaranya :
1.Dari segi Rawi
a.Adanya dusta, taupun tertuduh dusta
b.Fasiq
c.Lengah hafalannya
d.Banyak waham
e.Menyalahi riwayat orang kepercayaan
2.Dari segi sanad
a.Gugurnya sanad pertama
b.Gugurnya sanad terakhir
c.Gugur dua rawi berturut
d.Gugur satu rawi tapi tidak berturut
3.Dari segi matan
a.Penisbatan kepada sahabat
b.Penisbatan kepada tabiin
Hadis daif adalah hadis yang dimana ada salah satu dari lima syarat hadis sahih, yaitu (1) sanad bersambung, (2) adil, (3)dabit, (4)tidak syadz (5) illat ini tidak terpenuhi, maka hadis tersebut termasuk hadis daif (Ibn Salah), lalu ada juga jalur lain yang meriwayatkan hadis semakna dengan hadis daif.
b. Macam
Pembagian berdasarkn sanad yang terputus :
a)Hadis Mursal
Pengertian :
1)tanqirirar as-Saniyyah
ا لحد يث الدي منه اي من اسماده الصحا بي سقط بان ر قعه التابعي الي الني علي الله عليه وسلم واسقط الصحابي
“ hadis yang dari segi sanadnya gugur pada tingkatan sahabat, akan tetapi oleh rawi pada tingkatan tabi’in di marfu’kan kepada nabi SAW yang kenyataannya gugur pada tingkat sahabat “
2)Manhal Rawi
قول التابعي الكبيرقال رسول الله صلي الله عليه وسلم كداوفعل كدافهذامرسل با تفاق واماقول من دؤن التا بعي قال رسول ا لله صلي الله عليه وسلم فقدقال اهل الفقه والا صول يسمي مرسلا سوءاكا ن منقطعا ام معضلا
“ perkataan tabi’in besar yang mengatakan bahwa Rasulullah telah melakukan ini, berbuat seperti ini, ini dikatakan hadist mursal. Sedangkan perkataan selain tabi’in yang menyatakan bahwa Rasullah berbuat demikian, para ahli fiqh dan ulama usul menyebut sebagai mursal, baik kriteria munqati maupun mu’adhal “
Dari definisi diatas dapat disimpulkan beberapa poin, diantaranya :
a)Hadis mursal adalah hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in besar ataupun kecil yang dimarfu’kan kepada Nabi
b)Hadis mursal redaksinya menggunakan kata-kata yang tertuju ke perbuatan dan perkataan Nabi
c)Terjadinya gugur pada tingkat sahabat Nabi.
Ada beberapa kategori batasan hadis mursal menurut Ulama, diantaranya :
1)apabila putus sanad sebelum tingkat tabi’in dan rawi belum pernah mendengar diatasnya, maka itu bukan Hadis Mursal
2)apabila putus hanya pada tabi’in besar saja itu termasuk Mursal, namun apabila putus pada tabi’in kecil disebut munqati
3)apabila gugur pada satu atau lbi, maka termasuk Mursal dan Munqati
dalam Hadis Mursal sendiri ada beberapa variasi, diantaranya :
1)Mursal jaliy
Yaitu apabila pengguguran terjadi pada rawi tabi’in diketahui oleh umum dan diketahui ketidak sezamannya dengan orang yang digugurkan yang membawa berita. Secara umum hadis ini adalah penggambaran dari hadis Mursal itu sendiri.
Ada beberapa periwayat hadis mursal berdasarkan wilayahnya, antara lain :
1.)Madinah, yaitu Sa’id bin Musayyab
2.)Makkah, yaitu Atha’ bin Abi Rabah
3.)Mesir, yaitu Sa’id bin ‘Abi Hilal
4.)Syam, yaitu Makhul al-Dimasyqii
5.)Basrah, yaitu al-Hasan bin Abii al-Hasan
6.)Kufah, yaitu Ibrahim bin Yazid an-Nakha
2)Hadis Mursal Sahabi
ما اخير به الصحا بي عن قول الر سول صلي الله عليه وسلم او فعله ولم يسمعه او يشهده اما اصغر سنه او تاء خر اسلا مه او غيابه
“ hadis mursal sahabi adalah hadis yang diberitakan sahabat tentang perkataan ataupun perbuatan Rasulullah SAW, akan tetapi sahabat tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan Nabi Saw, adakalanya karena usianya masih dini, atau terlambat dalam memeluk agama Islam, ataupun ketidak hadirannya dalam majlis rasul “
Hadis ini dapat dijadika hujjah, karena
1)Konsep tentang sseluruh sahabat adalah adil,
2)Periwayatan sahabat jarang mengambil dari tabi’in
Ada juga urutan tentang hadis mursal sahabi, yaitu
1)Hadis yang dimursalkan sahabat dengan pendengaran yang kuat
2)Sahabat yang hanya melihat, tapi kurang mendengar
3)Sahabta yang hidup dalam masa keadaan jahiliyyah dan keadaan islam
4)Sahabat dengankecerdasan tinggi dan dapat meyakinkan validitas keilmuannya
5)Sahabat yang berintegritas tinggi dalam aktiifitas ilmiah bersama gurunya
6)Sahabat yang mengambil dari seorang saja
3)Mursal khafiy
اان ير وي عمن لقيه اوعا صره مالم يسمع منه بلفظ يحمل السماع وغيره كقال
“ meriwayatkan sebuah hadis dari orang-orang yang dijumpainya ataupun mungkin hidup semasa dengan dia, akan tetapi tidak pernah mendengar langsung dari orang tersebut, baik itu melalui metode sama’ ataupun dengan metode lain, sebagaimana kata qaala “
Hadis ini termasuk hadis daif karena tidak mempunyai validitas yang memadahi dalam segi periwayatan. Ada beberapa cara mengetahui hadis mursal khafiy, diantaranya :
1)Teks sebagian ulama yang menyatakan hadis tersebut tidak diterima dari rawi yang meriwayatkan tersebut atau tidak mendengar dari rawi tersebut
2)Pengakuan sendiri bahwa ia tidak pernah menerima dari perawi hadis tersebut
3)Adanya riwayat lain yang mendukung keberadaan hadis tersebut dengan ditambahkan rawi yang lain yang berada diantara hadis itu dan rawi yang lain.
b)Hadis Mudallas
Mudallas menurut etimologi yaitu penyembunyian aib barang dagangan dengan pembeli, diambil dari kata “ad-dals” yang berarti “bercampurnya gelap dan terang”. Sedangkan secara terminologi, yaitu
الحد يث الذ ي دلس فيه الراوي بو جه من ر جوه التد ليس
" hadis mudallas adalah hadis yang disamarkan oleh rawinya denganberbagai macam penyamaran “
هو الذ ي رواه روايه بوجه من ر جوه التد ليس
" hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi nya yang kemudian ia samarkan dengan berbagai macam penyamaran “
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hadis mudallas adalah hadis yang sebenernya di dalamnya terdapat aib, namunoleh rawinya diberikan kesan bahwa hadis itu tanpa aib. Perbuatan ini disebut tadlis, sedangkan pelakunya disebut mudallis.
Ada dua jenis tadlis menurut ulama, diantaranya :
1.Tadlis isnad
Yaitu pengaburan darimana perawi menerima hadis yang diriwayatkan, ada beberapa bagian lagi dalam tadlis isnad, yaitu :
a.Tadlis isqath, yaitu bila seorang mudallis meriwayatkan hadis yang tidak didengarnya dari orang yang bertemu dengannya dan mendengar hadis itu, dengan cara memberikan kesan bahwa mudallis pernah mendengar hadis itu secara langsung.
b.Tadlis taswiyah, yaitu bila seorang mudallis meriwayatkan hadis melalui rawi daif yang terdapat diantara dua rawi yang tsiqat yang salah satunya bertmu yang lain, lalu rawi daif itu tidak dicantumkan diantara rawi yang tsiqqat tersebut, lalu dicantunmkan ungkapan yang mengesankan adanya proses penerimaan hadis antara dua orang tsiqat tersebut secara tidak tegas
c.Tadlis ‘athaf, yaitu pernyataan rawi yang ia menerima hadis dari gurunya serta menyertakan guru yang lain yang tidak pernah ia dengar hadis tersebut darinya.
2.Tadlis syuyukh
وهو ان يروي عن شيخ حد يثا سمعه منه فيسميه اويكنه اوينسبه اويصفه بما لا يعر ف به كي لا يعر ف
Tadlis syuyukh adalah apabila rawi meriwayatkan hadis yang didengar dari seorang guru, lalu meneybutkan nama. Gelar, atau sifat yang tidak dikenal agar bertujuan untuk menyamarkan rawi itu.
Hadis mudallas termasuk hadis yang tidak memenuhi syarat hadis sahih maupun hadis hasan, yaitu karena persambungan sanadnya yang putus, tedapat kejanggalan (syadz) dan illat (cela), serta penukilannya terdapat di orang yang adil namun sedikit kedabitannya.
Hadis mudallas tidak memenuhi syarat tsiqqot ar-rawi (persambungan sanad) yang sesuai ketentuan tahammul wa ada’ al-hadis sehingga hukumnya daif, selain itu adanya tadlisul isnad (penghilangan rawi lemah) sehingga termasuk hadis munqathi, bahkan masuk hadis mu’dlal (al-baiquny)
وكل ما عن رتبه الحسن قصر * فهو الضعيف وهو اقسا ما كثر
" semua hadis yang tidak sampai derajat hadis hasan maka hadis itu daif “
c)hadis munqathi’
Munqathi berarti terputus, ada beberapa definisi menurut ulama, diantaranya :
ما سقط من سنده راوواحد فس مو ضع ام اكثراوذ كر فيه راو منهم
“ hadis yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya “
هو كل ما لم يتصل اسند ه من اي وجه كا ن افقطاعه
“segala hadis yang tidak bersambung sanadnya dimana saja terputusnya “
Hadis yang dimaksud yaitu hadis yang sanadnya putus di tingkatan manapun, diawal, tengah,maupun diakhir,maka masuk golongan mursal, mu’allaq, dan mu’dhal
Terputusnya sanad diketahui karena tidak adanya pertemuan antara rawi dengan periwayat rawi karena tidak hidup semasa atau memang tidak pernah bertemu, dan itu bisa dilihat dari tahun kelahiran dan wafatnya.
Hadis munqati dan mursal ada kemiripan pada tidak adanya kesinambungan sanad sehingga daif. Selain itu hadis munqati juga tergolong mardud, karena tidak diketahuinya sifat rawi yang digugurkan, kedabitan dan kejujurannya.
Berdasarkan cacatnya rawi :
1)hadis munkar
menurut bahasa adalah al-inkaar dari kata ankara (ا نكر – ينكر - انكار). Sedangkan dari segi istilah ada beberapa penjelasan diantaranya :
فا لمنكر هومارواه الضعيف منخا لفا لمارواه الثقة
“ sebuah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah yang bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah” (Ibnu Hajar al-Asqallani / muta’akhir)
Penjelasan diatas yaitu hadis ini daif karena rawi hadis yang lemah ingatannya dan fasiq sehingga mardud dari kecacatan rawinya.
ان المنكر هوالد ي يحد ث به الرجل عن الصحا بة, اوعن التابعين عن الصحا بةلايعر ف ذلك الحديث وهومتن الحد يث الامن طريق الذ ي رواه
“ munkar adalah hadis yang diberitakan oleh seorang dari sahabat atau tabi’in dari sahabat yang tidak diketahui (matan hadisnya) kecuali dari jalan orang yang meriwayatkannya tersebut. “ (Abu Bakar bin Harun al-Bardiji/mutaqaddimin)
Dari penjelasan diatas, ada 2 hal yang berkaitan dengan rawi, yaitu ahlu al-huffadz(tafarud al-huffadz) dan selain itu (tafarrud as-suyukh). Ini adalah penjelasan umum dari penjelasan sebelumnya.
Ada juga pendapat lain dari ibnu solah yang meninjau dari sisi syadz nya dan dibagi menjadi dua pengertian, pertama : hadis yang perawi tunggal dengan banyakkesalahan dal kelalaian, ataupun kefasiqannya dan lemah tsiqah nya.
Dari seluruh penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hadis munkar adalah hadis yang dimana perawinya daif yang menyendiri dalam meriwayatkannya (tidak ada matan selainnya) atau tdak menyendiri namun berbeda dengan yang lain yang lebih tsiqah. Ada perbedaan diantara keduanya, yaitu dalam hal :
1. syadz yaitu hadis dari perawi yang maqbul ( rawi kriteria hasan dan sahih) yang bertentangan dengan rawi utama
2. munkar yaitu hadis dari perawi daif yang bertentangan dengan perawi yang tsiqah.
Ciri-ciri hadis munkar menurut imam muslim :
1.timbul pertentangan bila dihadapkan riwayat lain
2.rawinya banyak kesalahan (fahs al-ghalad), sering lupa (suu’ al-hifdzi) atau fasiq
3.rawinya salah satu nya rawi matruk
bedasarkan pengertian diatas, hadis munkar terbagi menjadi beberapa definisi, yaitu :
1.tafarrud-al-matruk (hadis dari rawi matruk), mengikuti definisi Imam muslim
2.Mukhalafah al-dhaif li man arjah minhu (riwayat daif yang bertentangan dengan yang diatasnya) definisi dari Ibnu Hajar
3.Tafarrud al-daif (hadis yang menyendiri periwayatannya yang diriwayatkan rawi daif) definisi Ibnu Hajar
4.Mukhalafah al-maqbul li man autsaq minhu (riwayat maqbul yang bertentangan dengan riwayat yang lebih tsiqah) definisi dari Ibnu Sholah
5.Tafarruq al-syuyukh ( hadis yang menyendiri periwayatannya yang diriwayatkan rawi selain al-huffadz) definisi al-Bardji
6.Tafarrud aimmah al-hufadz ( hadis yang menyendiri periwayatannya yang diriwayatkan rawi ahl al-huffadz) defini dari al-Bardji
2)Hadis mutharib
Secara etimologi berasal dari “madhi ‘idtharaba”, kata dasar “dharaba” yang artinya memukul, atau juga ombak atau goncangan. Lalu artinya kegoncangan hadis karena kontra dengan hadis lain dengan kualitas sama dan tidak bisa dipecahkan secara ilmiah.
Pengertian menurut terminologi ada beberapa, diantaranya :
1.هو ما قعت المخا لفة فيه باالا بد ا ل علي وجه يحصل فيه التدافع عد م نصر المر جع
“ hadis yang mukhalafah (menyalahi hadis lain), terjadi dengan pergantian pada satu segi yang dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan.”
2.ماروي علي اوجه مجه مجتلفه متدا فعة علي التساوي في الاحتل ف بحيث لم يتر جع احداهما علي الا حري ولم يمكن الجمع بينهما من راوواحد با ن رواه مرة علي وجه احر علي وجه منحا لف له اورواه اكثر با ن يضطر ب فيه اويان فاكثر
“ hadis yang diriwayatkan atas beberapa cara berlainan yang satu menolak yang lain, sedang dia sederajat dalam perbedaannya dalam satu tidak kuat salah satunya atas yang lain dan mungkin dikumpulkan antara perawi satu dengan yang lain, karena sekali ia meriwayatkan begini dan iasekali meriwayatkan oleh lebih dari seseorang dan terjadi perbuatan-perbuatan antara perawi itu ataupun lebih
3.ماحتلفت وجوهروايته سواء كان راوي هده الو جوه وحدااواكثربشرط ان لا يتر جح
“ hadis mutharib ialah hadis yang berlawanan cara periwatannya, baik perawi cara itu, ataupun banyak dengan syarat sebagainya tidak lebih kuat dari yang sebagian”
Ada 2 catatan yang bisa diambil dari penjelasan diatas, yaitu :
a.Antara hadis tersebut seimbang kualitasnya sehingga tidak ada yang ditinggalkan. Karena apabila ditinggalkan salah satunya, maka hadis yang unggul menjadi mahfuz/ma’ruf, lawan dari syadz/munkar
b.Antara hadis tersebut tidak dapat dikompromikan karena bila perbedaan dihilangkan dengan benar, maka kemudharibannya hilang.
Dilihat dari status hadisnya, hadis mudhtarib dibagi menjadi 2, yaitu :
1.Mudhtarib pada matan
2.Mudhtarib pada sanad
Hadis mutharib termasuk daif yang cacat perawinya, namun hadis ini juga ada yang sahih, walaupun namanya mudhtarib sahih, yaitu yang memperselisihkan nama dari perawi kepercayaan (Az-Zarkasyi).
3.Hadis Matruk
هوالحد يث الذ ي في اسنا ده راومتهم با لكذ ب
“ Hadis yang pada sanadnya ada rawi yang tertuduh dusta “
Rawi yang tertuduh dust adalah rawi yang terkenal pembicaraannya sebagai pendusta, tetapi belum dibuktikan bahwa ia berdusta dalam membuat hadis.
4.Hadis Syadz
Yaitu hadis yang diriwayatkan rawi maqbul, yang menyalahi riwayat rawi yang utama baik segi jumlah ataupun daya hafalannya.
c.tingkatan hadist dhaif
ada beberapa tingkatan mengenai hadis daif, diantaranya
1.hadis daif yang dikarenakan kedustaan atau fasiqnya rawi tidak dapat meningkat lebih tinggi walaupun banyak sanadnya.
2.Hadis daif yang dikarenakan buruk hafalannya bisa naik ke hadis hasan karena banyak jalur periwayatan dan daifnya mendekati diamalkan.
Ad’aful asanid
Yaitu sanad-sanad dengan tingkatan kedaifannya, diantaranya :
a.Riwayat sanad hadis Abu Bakar as-Shidiq melalui Saqadah bin Musa ad-Daqiqi dari Farqad dari Murrah
b.Riwayat sanad hadis Abu Hurairah melalui Sariy bin Ismail dari Dawud dari Yazid al-‘Audi dari ayahnya
c.Riwayat sanad hadis Ahlul bait melalui ‘Amr bin Syamir dari Jabir al-Ju’fii dari al-Harits al-‘Awar dari Ali bin Abi Thalib
d.Riwayat sanad hadis Siti ‘Aisyah melalui teks ahli Basrah dari al-Hadast bin Syubul dari Umm an-Nukman
e.Riwayat sanad hadis Ibn Mas’ud melalui Syarik dari Abi Fazarah dari ‘Abi Zaid
f.Riwyat sanad hadis penduduk makkah melalui Abdullah bin Maimun al-Qadah dari Syihab bin Kharasy dari Ibrahim bin Yazid al-Khauri dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas
g.Riwayat hadis penduduk Yaman melalui Hafash Ibn ‘Umar ibn Maimun al-‘Adawi dari al-Hakim ibn ‘Abban dari Ikrimah dari Ibn ‘Abbas
h.Riwayat hadis Ibnu ‘Abbas melalui as-Sudi al-Saghir Muhammad bin Marwan dari al-Kalbi dri Abi Salih
i.Riwayat hadis penduduk Khurasan melalui Abdur-Rahman bin Malihah dari Nursyal bin Sa’id dari ad-Dhahak dari Ibnu Abbas
j.Riwayat hadis penduduk mesir melalui Ahmad bin Muhammad bin all-Hajjaj bin Rasyidin dari kakeknya dari Qarrah bin Abdurrahman dari semua orang yang meriwayatkan darinya.
d.Kitab
Ada beberapa kitab mengenai hadis daif, namun Kitab-kitab itu menerangkan keadaan hadits yang terdapat dalam kitab-kitab bukan ahli hadits, dan menerangkan hadits yang tidak ada asalnya. Seperti kitab :
1.)Nasbu ar-Rayati li ahaditsil hidayah, yang dikarang oleh al-Hafidz az-Zaila’i,
2.)Al-Mughni an hamlil asfar fi al-Asfar fi Takhriji ma fil ihyai minal akhbar, yang dikarang oleh al-Hafidh al-Iraqi,
3.)At-Talhis al-Habir fi Tahrij ahadits ar-Rafi'i al-Kabir, yang dikarang al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani
4.)Tahriju Ahadits al-Kassyaf, yang juga dikarang al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalani
5.)Tahriju ahadits as-Syifaa, yang dikarang oleh Syekh as-Suyuthi. Dan semua kitab-kitab tersebut diatas tercetak.
d.NILAI KEHUJJAHAN 3 ISTILAH
a.Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.
b. Kehujahan Hadis Hasan
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.
c. Kehujahan Hadits dhaif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
1. Level Kedhaifannya Tidak Parah
Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.
Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).
2. Berada di bawah Nash Lain yang Shahih
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3. Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.
e.APLIKASI HADIS
1.SAHIH LIZHATI
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه
Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).
2.SAHIH LIGHAIRI
Gambaran : Hasan lidzatihi + hasan lidzatihi = shahih lighairihi.
Contoh
Hadits Muhammad ibn ‘Amr, dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
3.لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Artinya: “Seandainya tidak karena akan memberatkan umatku, sungguh akan kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali shalat.”
Takhrij Hadits:
Hadits ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab ath-Thaharah bab Maa Jaa-a fii as-Siwak no. 22.
Al-Bukhari meriwayatkannya melalui jalur Abi az-Zinad dari al-A’raj dari Abi Hurairah.
Ibn as-Shalah berkata: Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqamah termasuk orang yang masyhur karena kejujuran dan pemeliharaan dirinya, tapi ia tidak termasuk seorang yang mutqin. Sehingga sebagian orang mendhaifkannya, karena buruk hafalannya, sedangkan sebagian yang lain mentsiqahkannya karena kejujuran dan keagungannya. Haditsnya dari sisi ini bernilai hasan. Ketika kemudian datang jalan periwayatan lain, kekhawatiran kita akan hadits ini karena buruk hafalannya menjadi hilang, dan sedikit kekurangan yang ada menjadi tidak ada lagi, sehingga sanadnya menjadi shahih, dan ia dimasukkan ke derajat shahih
Hasan Lidzati
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (( أكثروا من شهادة أن لا إله إلا الله قبل أن يحال بينكم و بينها, و لقينو ها موتاكم ))
“Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perbanyaklah bersyahadat Laa ilaaha illallahu (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah) sebelum kalian terhalangi darinya. Dan ajarilah syahadat tersebut kepada orang yang sedang menghadapi sakaratul maut diantara kalian”
Hasan lighairihi
Contoh hadis hasan lighoirih, diriwayatkan oleh Ibnu majah dari Al Hakam bin Abdul Malik, dari Qatadah, dari Sa’id bin Musyayyab, dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu “alaihi Wasallam bersabda:
لعن الله العقرب لا تدع مصليا و لا غيره فـأقـتـلوها فى الحل والحرم
artinya: “Allah melaknat kalajengking, maka janganlah Engkau membiarkannya, baik dalam keadaan shalat, maupun yang lain, maka bunuhlah ia di tanah halal atau di tanah haram”.
Hadis di atas adalah hadis dho’if karena “Al hakam bin Abdul Malik adalah seorang yang dho’if, tetapi terdapat sanad yang lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Qatadah, dari sa’id bin Musyayyab sampai kepada Nabi. Maka hadis ini naik derajatnya menjadi hasan lighairih.
F. Analisis Masalah
PENGEMBANGAN KAEDAH KESAHIHAN SANAD DAN MATAN HADITS
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan kaedah keshahihan sanad, baik yang dikemukakan oleh para ulama dengan yang dikemukakan oleh M. Syuhudi Ismail, karena perbedaannya hanya dari segi penempatan saja, seperti telah yang dikemukakan terdahulu, sehingga tidak mengurangi kaedah keshahihan sanad dan mereka tehap memandang periwayat terhindat dari syuzus dan illat adalah penting.
Oleh karena itu, jika kedua hal tersebut tidak di masukan ke dalam kaedah mayor, maka dimasukan sebagai kaedah minor dalam sanad bersambung dan periwayat yang bersifat adil. Dan jika dimaksud ke dalam kaedah mayor maka kaedah sanad bersambung hanya mu’tasil dan marfu’. Kaedah minor periwayat bersifat dhabit yaitu periwayat yang memahami dengan baik kapan saja.
Kaedah minor keshahihan matan yang dikemukakan terdahulu tampaknya masik bersifat umum, sehingga masih dapat dikembangkan dengan menambah ilmu pengetahuan dan susunan bahasa yang benar, sementara perincian yang dikemukakan oleh al-Bagdadi, ditambah oleh M. Syuhudi Ismail sudah mencangkup apa yang menjadi standar ulama dalam meneliti matan hadis, hanya saja kalau matan hadis palsu yang menjadi dasar penetapan perincian tersebut, maka tentunya masih ada yang belum dikemukakan yaitu tidak bertentangan dengan sunnatullah dan tujuan pokok ajaran Islam.
Meskipun telah ditetapkan kaedah sanad dan matan hadist, akan tetapi dalam melakukan penelitian hadist, maka penelitian sanadlah yang pertama dilakukan kemudian matan. Menurut M. Syuhudi Ismail, jika pada sanad terdapat cacat yang berat maka penelitian matan tidak perlu lagi dilakukan, sebab tidak ada artinya lagi. Dengan demikian, maka hadis seperti ini tidak shahih lagi dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Lain halnya dengan kritik hadist kontemporer yang lebih banyak memakai ilmu pengetahuan dan akal dalam menilai suatu hadist, sehingga ada beberapa hadist yang dianggap oleh penyusunan shahih, akan tetapi dida’ifkan oleh kritikus hadist kontemporer. Dalam hubungan ini, Mustafa’Azami menjelaskan batasan pemakaian akal dalam menilai suatu hadist, yaitu akal atau nalar tidak dapat mengalahkan saksi-saksi atau periwayat yang jujur dan benar. Sanad bersambung dan diriwayatkan oleh periwayat yang tsiqah semuanya, maka hadist tersebut adalah shahih dan akal harus menerimanya.
HUBUNGAN HADIS SAHIH DENGAN HADIS MUTAWATIR DAN AHAD DALAM SEGI KEHUJJAHAN
Seperti yang telah diketahui, hadis mutawatir dan ahad adalah klasifikasi hadis melalui kuantitas periwayatan, karena hanya berdasarkan kuantitas, maka dalam segi kualitas belum tentu dibenarkan sehingga jika digunakan untuk hujjah masih harus diteliti lagi. Ini artinya, baik hadis mutawatir ataupun hadis ahad belum tentu mencapai kualitas sahih. Terkadang suatu hadis dikatakan mutawatir, namun belum tentu sahih, dan sebaliknya, hadis yang dikatakan ahad, belum tentu juga itu daif.
KESIMPULAN
Apabila ditinjau dari segi kualitasnya, hadis dibagi menjadi 3 bagian, yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hasan dhaif. Derajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita katakan shahih, hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 5 hal, yaitu sanadnya yang bersambung, rawi yang adil dan dabit, serta terhindar dari syadz ataupun illat.
Dari segi kehujjahan, hadis sahih maupun hadis hasan dapat diterima untuk hujjah.Namun untuk hadis daif, perlu dikaji ulang untuk mengetahui tingkat kedaifannya, apakah masih bisa diterima ataupun tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Tim MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011. Studi Hadis. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Badri Kaeruman. 2009. Ulum al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
M. Akib Muslim. 2010. Ilmu Mustalahul Hadis. Kediri: STAIN Kediri Press
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra
M. Syuhudi Ismail, 1988. Kaedah Kesahihan Sanad Hadist Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta; Bulan Bintang,
Tim Guru MGPK Provinsi Jawa Timur. 2012. Bahan Ajar Hadis. Surabaya: CV. Sinar Mulia
SUSUNAN PANITIA
PERNIKAHAN
TIARA
& ADI
5 JANUARI 2015
|
No.
|
JABATAN
|
PETUGAS
|
|
1.
|
Pembawa acara
|
Pak Kaseno
|
|
2.
|
Pasrah manten
|
Pak dhe Har (jember)
|
|
3.
|
Yang menemukan manten
|
Bu. dhe Penik
|
|
4.
|
Pembacaan ayat suci Al`Quran
|
Kang Mat (Blabak)
|
|
5.
|
Doa
|
Pak. Pur
|
|
6.
|
Pembawa kembang mayang
|
<![if !supportLists]>· <![endif]>Dora
<![if !supportLists]>· <![endif]>Fitri
<![if !supportLists]>· <![endif]>dari keluarga manten cowok
<![if !supportLists]>· <![endif]>dari keluarga manten cowok
|
|
7.
|
Penerima tamu + mengkoordinasi para tamu dari
lamongan + membagikan piringan nasi
|
Cewek
<![if !supportLists]>· <![endif]>Bu lek Kesi
<![if !supportLists]>· <![endif]>Bu dhe Har
<![if !supportLists]>· <![endif]>Bu lek Is
<![if !supportLists]>· <![endif]>Linda
<![if !supportLists]>· <![endif]>Hanum
Cowok
<![if !supportLists]>· <![endif]>Pak Bo
<![if !supportLists]>· <![endif]>Pak dhe Har
<![if !supportLists]>· <![endif]>Pak Pramu
<![if !supportLists]>· <![endif]>Pak Pur
|
|
8.
|
Konsumsi
|
<![if !supportLists]>· <![endif]>Bu dhe Sih à bakso
<![if !supportLists]>· <![endif]>Bu dhe Lik à nasi rames
<![if !supportLists]>· <![endif]>Mbk Wik à jajan
<![if !supportLists]>· <![endif]>Mbk Heni&mbk ega à nasi kuning kotak
|
|
9.
|
Rias
|
Bu lek Rini
|
|
10.
|
Perlengkapan
|
Pak Rin
Mas Har
|
Belum ada Komentar untuk "contoh makalah ulumul hadis"
Posting Komentar