Contoh Makalah Amstalil Qur’an

BAB I
A.PENDAHULUAN
Al–Qur’an merupakan kalam Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw, dan merupakan mikjizat yang paling monumental sepanjang perjalanan sejarah perjalanan umat manusia. Al-Qur’an merupakan mu’jizat yang bersifat kekel, berbeda dengan mi’jizat para Nabi terdahulu. Al-Qur’an akan tetap terjaga keasliannya sepanjang masa dan tidak ada seorangpun yang mampu menandingi tata bahasanya. 
Dengan mempelajari ilmu Amtsalil-Qur’an kita dapat mengungkap hakikat– hakikat sesuatu maupun hal yang tidak tampak seakan–akan menjadi hal yang tampak, menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat. Menampilkan hal yang rasional dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indra manusia. 
Dengan demikian akan menarik minat para pelajar yang ingin mengetahui ilmu Amtsalil-Qur’an lebih dalam. Kemudian mereka akan mengerti betapa indahnya kitab suci kita, yang kita jadikan pedoman hingga akhir hayat.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana sejarah Amstalil Qur’an ?
2.Apa pengertian Amtsalil Qur’an ?
3.Apa saja rukun – rukun Amtsalil Qur’an ?
4.Apa saja syarat-syarat Amstalil Qur’an?
5.Bagaimana macam – macam Amtsalil Qur’an ?
6.Bagaimana faedah mempelajari Amstalil Qur’an ?

C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui sejarah amstalil Qur’an.
2.Untuk mengetahui pengertian Amstalil Qur’an.
3.Untuk mengetahui rukun-rukun Amstalil Qur’an.
4.Untuk mengetahui syarat-syarat Amstalil Qur’an.
5.Untuk mengetahui macam-macam Amstalil Qur’an.
6.Untuk mengetahui manfaat mempelajari Amstalil Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah Amstalil Qur’an
Pengarang pertama kali mengenai ilmi Amstalil Qur’an adalah Syekh Abdur Rohman Muhammad bin Husein An-Naisaburi wafat 406 H. Dan di lanjutkan oleh Imam Adul Hasan Ali bin Muhammad Al- Mawardi wafat 450 H. Kemudian di lanjutkan Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bashirin Ibnul Qoyyim Al- Juziyyah wafat 754 H.
Imam Jahaluddin As-Suyuti wafat 991 H. Dalam bukunya Al-Itgan juga menyediakan satu bab khusus yang membicarakan Ilmu Amstalil Qur’an dengan lima pasal di dalamnya. 

B.Pengertian Amstal Qur’an
Amsal adalah bentuk jamak dari masal. Kata masal, misl dan masil adalah sama dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafadz maupun maknanya. Sedangkan Qur’an sendiri mempunyai arti mengumpulkan danmenghimpun, Qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Qur’anpada mulanya seperti Qira’ah, yaiti masdar (infinitif) dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan.
Dalam sastra masal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan itu. Misalnya, رب ؤمية غير زام ) ) betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja). Artinya, betapa banyak lemparan panah yang mengenai sasaran itu dilakukan seorang pelempar yang bisanya tidak tepat lemparannya. Orang pertama yang mengucapkan masal itu adalah al-Hakam bin Yaqus an-Nagri. Masal ini ia katakan kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat benar. Atas dasar ini, masalah harus mempunyai maurid (sumber) yang kepadanya yang sesuatu yang lain diserupakan.
Kata masal, digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan kisah yang menakjubkan”. Dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata “masal” dalam sejumlah besar ayat. Misalnya firman Allah:
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ

“(Apakah) masal surga yang didalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah 
rasa dan baunya…” (Muhammad [47]:15).[4] Maksudnya, kisah dan sifat surga yang sangat mengagumkan.
Zamakhsyari telah mengisyaratkan akan ketika arti ini dalam kitabnya, al-Kasysyaf. Ia berkata: masal menurut asal perkataan mereka berarti al-misl dan an-nazir (yang serupa, sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku, populer, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan “maurid” (atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut masal. Mereka tidak menjadikan sebagai masal dan tidak memandang pantas untuk dijadikan masal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan dari beberapa segi. Dan, katanya lebih lanjut, “masal” dipinjam (dipakai secara pinjaman) untuk menunjukkan keadaan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.
Dikatakan pula, definisi masal ialah menonjolkan sesuatu makna (orang abstrak) dalam bentuk yang indrawi agar menjadi indah dan menarik.
Apabila memperhatikan masal-masal Qur’an yang disebutkan oleh para pengarang, kita mendapatkan bahwa mereka mengemukakan ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan suatu hal dengan keadaan hal lain, baik penggambaran itu dengan cara isti’arah maupun dengan tasybih sarih (perumpamaan yang jelas); atau ayat-ayat yang menunjukkan makna yang menarik dengan redaksi ringkas dan padat; atau ayat-ayat yang dapat dipergunakan bagi sesuatu yang menyerupai dengan apa yang berkenaan dengan ayat itu. Sebab, Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber yang mendahuluinya.
Dengan demikian, maka amsal Qur’an tidak dapat diartikan dengan arti etimologi, asy-syabih da an-nazir. Juga tidak dapat diartikan dengan pengertian yang disebutkan dalam kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para pengubah masal-masal, sebab amsal Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak dapat diartikan dengan arti masal menurut ilmu Bayan, karena di antara amsal Qur’an ada yang bukan isti’arah dan penggunaannya pun tidak begitu populer. Oleh karena itu maka definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian amsal dalam Qur’an. Yaitu, menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).
Ibnu Qayyim mendefinisikan amsal al-Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lian dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi (konkrit, mahsus), atau mendekatkan salah sati dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain.” 

C.Rukun-rukun Amstalil Qur’an
Adapun rukun-rukunnya dalam matsal seperti halnya didalam tasbih, haruslah terkumpul 4 unsur sebagai berikut :
a.Harus ada yang diserupakan (al-musyabbah) ,
b.Harus ada asal cerita (al-musyabbah bih)
c.Harus ada segi persamaannya (wajhul musyabbah)
D.Syarat-syarat Amstalil Qur’an
Para ahli bahasa Arab mensyaratkan sahnya amtsal harus memenuhi 4 syarat, sebagai berikut :
a.Bentuk kalimatnya harus singkat.
b.Isi maknanya harus mengena dengan tepat.
c.Perumpamaanya harus baik.
d.Kinayahnya harus indah. 

E.Macam-macam Amstalil Qur’an
Dalam Al-Qur’an Amstal terbagi menjadi3 macam :
1.Amtsal Musharrahah, maksudnya sesuatu yang dijelaskan dengan lafadz matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan). Contohnya seperti dalam ayat 17 – 20 surat al Baqarah. Dalam ayat tersebut, Allah mengumpamakan orang – orang munafik dengan dua perumpamaan, yaitu diserupakan dengan api yang menyala ( كَمَثَلِ الَّذِى اسْتوْ قَدَ نَارَا ) dan dengan air (اَوْ كَصَىِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ).
2.Amtsal Kaminah, adalah yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Contohnya, seorang ulama mengatakan bahwa orang arab tidak mengucapkan sesuatu perumpamaan, kecuali tentu ada persamaannya di dalam Al qur’an, misalnya ada orang arab yang berkata : 
خَئْرُ الاُمُوْرِ اوْسَطُهَا(sebaik – baik urusan adalah yang di tengah/sedang).Persamaannya dalam al qur’an pada ayat 67 surat Al Furqon :
(67:ىُسْرِفُوا ولَمْ ىَقْتُرُوْا وكَانَ بَىْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (الفرقانوالَّذِىْنَ اذَا انْفَقُوْا لَم
Artinya: dan orang – orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih – lebihan dan tidak kikir, tetapi di tengah – tengah antara demikian.
3.Amtsal Mursalah, adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal . Contohnya adalah ayat 216 surat al baqarah : 
.وَعَسى انْ تَكْرَهُوْا شَىْئًا وهُو خَىْرٌ لَّكُمْ (ابقرة: 216)
Artinya: dan boleh jadi pula kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kamu.

F.Faedah-faedah Amstalil Qur’an
1.Pengungkapan pengertian abstrak dengan bentuk konkret yang dapat ditangkap indera itu mendorong akal manusia dapat mengerti ajaran – ajaran al qur’an. 
2.Matsalil qur’an dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkonkretkan hal yang abstrak dan dapat mengumpulkan makna indah yang menarik dalam ungkapan yang singkat padat.
3.Mendorong orang giat beramal melakukan hal – hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik dalam al qur’an.
4.Menghindarkan orang dari perbuatan tercela yang dijadikan perumpamaan dalam al qur’an, setselah dipahami kejelekan perbuatan tersebut. 
5.Amstal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan , dan lebih dapat memuaskan hati. 


BAB III
PENUTUP

Dari uraian di atas dapat di simpulkan sedemikian indah majaz dalam Al Qur’an. Dengan mempelajari ilmu amtsalil qur’an salah satunya, kita dapat mengetahui betapa indahnya Al Qur’an. Dilihat dari manapun dan dari segi apapun al qur’an sangat indah. Sangat cocok kita jadikan kitab suci dan pedoman dalam melangkah dan berbuat.


DAFTAR PUSTAKA

Blogspot.com/2011/04/amsalul-quran.html
Abdul djalal,2008,Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya.

Aunur Rafiq,2006, Pengantar studi ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kausar, Jakarta.

Belum ada Komentar untuk "Contoh Makalah Amstalil Qur’an"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel