Contoh Makalah Syafaat


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Syafaat adalah sebuah permasalahan yang telah disinggung dalam nash-nash Al-Quran Al-Karim dan hadis mutawatir. Selain itu, para ulamapun telah menekankan kebenarannya dalam kajian-kajian ilmu kalam (teologi) mereka. Karena itu, tidak ada lagi alasan bagi seorang  muslim untuk mengingkarinya. Namun sayangnya, pada beberapa abad  terakhir, khususnya di zaman kita sekarang, muncul sebuah aliran yang mencoba mengaburkan permasalahan ini dengan menebarkan serangkaian  isu yang dapat membuat sebagian orang meragukan realitas syafaat ini. 
Melihat pentingnya permasalahan ini dan demi menghilangkan  segala keraguan yang mungkin ada, kami berusaha untuk menyajikan sebuah makalah mengenai syafaat, dalil-dalilnya dan segala permasalahan yang berkenaan dengannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari syafaat?
2. Siapakah sesungguhnya pemilik dari syafaat?
3. Bagaimana pengertian syafaat di dunia?
4. Bagaimana pengertian syafaat di akhirat?
5. Siapakah yang dapat memberikan syafaat?
6. Siapakah yang dapat menerima syafaat?

C. Tujuan Penulisan                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelsaikan salah satu tugas pada matakuliah Tafsir dan mengetahui lebih jelas mengenai pengertian syafaat serta dalil-dalilnya. 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syafaat
Syafaat berarati thalab (permohonan) atau wasilah (mediator). Syafaat secara syar’i adalah permohonan kebaikan seseorang untuk orang lain.  Dalam Bahasa Arab syafa’a berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Syafaat, yang di ambil dari kata syafa‘a ini, dalam istilah berarti memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Ringkasnya, makna syafaat tidak jauh berbeda dari doa.
Pendapat lain mengatakan bahwa syafaat berarti menjadi perantara bagi orang lain untuk mengusahakan kebaikan dan mencegah keburukan. Pendapat kadua ini jauh lebih baik karena meliputi dua permohonan, yakni mendapat kebaikan dan terhindar dari keburukan. Selain itu ada yang berpendapat bahwa syafaat adalah permohonan agar selamat dari dosa dan kejahatan. 
Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Illahi yang diperoleh melalui doa mustajab Nabi SAW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama.  Syafaat ada dua macam:
1. Syafaat yang bersifat khusus. Ini hanya dimiliki oleh Nabi saja, yaitu syafaat agung (syafaah ‘uzhma) untuk dimulainya hisab dan syafaat beliau kepada penghuni surga agar bisa masuk ke dalamnya.
2. Syafaat yang bersifat umum. Ini dimiliki oleh para Nabi, malaikat dan orang-orang mukmin, yaitu syafaat untuk orang yang berhak masuk neraka agar tidak memasukinya atau untuk orang-orang mukmin yang sudah masuk neraka agar dikeluarkan darinya. 
Dengan demikian, bukan berarti bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat. Akan tetapi turunnya syafaat juga terdapat beberapa syarat. Syafaat yang dibenarkan adalah syafaat yeng terpenuhi di dalamnya 3 syarat, yaitu:
1.    Ridho Allah terhadap orang yang memberi syafaat.
2.    Ridhonya Allah bagi orang yang akan diberi syafaat. Namun, pada saat terjadi syafaat 'udhma (syafaat bagi seluruh orang) kelak di mauqif (tempat berkumpulnya seluruh manusia), maka syafaat jenis ini bagi semua orang baik yang diridhoi oleh Allah maupun tidak diridhoi.
3.    Dan mendapat izinnya Allah di dalam memberi syafaat. Sedangkan izin ini tidak mungkin diperoleh melainkan setelah terpenuhi dua syarat diatas, ridho Allah terhadap orang yang memberi syafaat dan yang akan memperoleh syafaat. 

B. Syafaat di Dunia
Semua orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti akan masuk Surga, bahkan dengan iman seberat atom sekalipun. Hal tersebut merupakan janji Allah yang tidak akan diingkari. Namun, untuk dapat masuk surga dengan selamat tanpa singgah di neraka, orang tersebut harus mampu menyempurnakan imannya di dunia. Iman yang tidak sempurna berarti ada kotoran di dalamnya. Kotoran tersebut boleh jadi berupa dosa yang belum diampuni atau tapak tilas perbuatan maksiat yang membentuk menjadi karakter yang tidak terpuji, seperti hubbud dunya, iri, hasud, nifak dll. Apabila karakter-karakter tersebut belum mampu disucikan di dunia sehingga terbawa sampai mati, berarti orang tersebut mati dalam keadaan iman tidak sempurna. Untuk menyempurnakan imannya, berarti terlebih dahulu mereka harus dibakar dengan api neraka. Jadi orang beriman dimasukkan Neraka itu bukan untuk disiksa, tetapi disucikan imannya supaya pantas menjadi penduduk surga.
Seandainya dengan bekal iman tersebut mereka mau berusaha mendapat syafaat Rasul SAW sejak di dunia, maka mereka akan mendapatkan hidayah dan inayah dari Allah SWT itulah syafaat Nabi di dunia, dengan hidayah dan inayah itu menjadikan manusia mampu melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik. Dengan demikian, disamping mereka akan mendapatkan pahala dari segala kebajikan yang telah dikerjakan, juga mendapatkan syafaat di akhirat. Itu bisa terjadi, karena setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan yang mereka usahakan. Allah SWT menegaskan dengan firman-Nya:
 وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ (٣٩) وَأَنَّ سَعۡيَهُۥ سَوۡفَ يُرَىٰ (٤٠)ثُمَّ يُجۡزَىٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ (٤١)
39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. 40. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).41. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.  
Tafsir ayat 39, yaitu (dan Bahwasannya) perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya yang baik maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikitpun dari apa yang diusahakan oleh orang lain. Tafsir ayat 40, yakni (dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan) kepadanya di akhirat. Tafsir ayat 41, (Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna) pembalasan yang paling lengkap. Diambil dari asal kata, Jazaitu Sa’yahu atau Bisa’yihi, artinya, “Aku memberikan balasan terhadap usahanya, atau aku memberikannya balasan atas usahanya.” Dengan kata lain lafal Jazaa ini boleh dibilang sebagai fi’il mubtaddi’ atau fi’il lazim. 
Maksudnya, barangsiapa di dunia tidak pernah berusaha mendapatkan syafaat Nabi SAW dengan jalan bertawasul kepada Beliau, berarti sedikitpun tidak akan mendapatkan syafaat tersebut di akhirat. Jika mereka itu mati dalam keadaan iman sempurna berarti akan masuk surga dengan selamat, namun jika tidak, berarti tidak ada yang dapat menolong saat mereka dimasukan neraka. Namun, tanpa syafaat Nabi di dunia, barangkali tidak mungkin orang dapat menyempurnakan imannya sehingga dapat masuk surga dengan selamat.
C. Syafaat di Akhirat
Beberapa ayat menafikan adanya syafaat pada hari kiamat. Misalnya terdapat Firman Allah berikut ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡمٞ لَّا بَيۡعٞ فِيهِ وَلَا خُلَّةٞ وَلَا شَفَٰعَةٞۗ وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ (٢٥٤)
254. Hai orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dri rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lai syafaat. 
Sementara itu beberapa ayat menyatakan adanya syafaat dan keberadaannya dikaitkan dengan izin Allah bagi orang-orang yang diridhai-Nya, misalnya disebutkan dalam Firman Allah berikut ini: 
يَوۡمَئِذٖ لَّا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُۥ قَوۡلٗا (١٠٩)
109. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali dari orang yang telah diberi izin kepadanya oleh Allah Yang Maha Pemurah, dan yang perkataannya telah diridhai. 
Demikian juga pada Firman Allah:
وَلَا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ عِندَهُۥٓ إِلَّا لِمَنۡ أَذِنَ لَهُۥ ...(٢٣)
23. Dan tiadalah berguna syafaat disisi Allah melainkan bagi orang-orang yang telah diizinkan-Nya. 
Dengan memperhatikan kedua kelompok ayat diatas dapat diketahui bahwa ayat-ayat yang menafikan syafaat bersifat muthlaq (umum), sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat, maka ayat tersebut bersifat muqayyad (berkaitan dengan sifat tertentu). Dalam konteks ini diberlakukan kaidah haml al-muthlaq ‘ala al-muqayyad (menghubungkan yang muthlaq tarhadap yang  muqayyad). Dengan menggunakan kaidah ini, kita dapat mengetahui  bahwa ayat-ayat yayng menafikan syafaat berlaku bagi orang-orang yang tidak mendapatkan izin dan ridha Allah, yaitu orang-orang kafir. Sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat diakhirat, berlaku bagi orang-orang yang diberi izin dan diridhai Allah.

D. Pemilik Syafaat
Allah menyatakan bahwa seluruh syafaat adalah hak-Nya. Tidak ada seorangpun yang berhak memberi syafaat kecuali bagi orang yang diizinkan oleh-Nya untuk diberi syafaat dan Dia ridhai perkataan dan amalnya.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ (٢٥٥)
255. Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 

Ayat ke 255 dari surat al-Baqarah ini dikenal dengan ayat Kursi, karena di dalamnya disebutkan tentang Kursi Allah SWT. Ayat ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan ia juga memiliki keutamaan-keutamaan yang banyak. 

E. Pemberi Syafaat
Hikmah di balik adanya syafaat adalah Allah ingin menghormati para pemberi syafaat, menegaskan kedudukan mereka, dan menampakkan ketinggian derajat mereka.  Syafaat hanyalah milik Allah semata. Ia akan memberikan syafaat kepada siapa saja yang diridhai-Nya dan dicegah dari siapa saja yang dilarang-Nya. Jika kita meneliti ayat-ayat Al Quran Al-Karim dengan cermat, kita akan berkesimpulan bahwa Allah SWT dalam kitab suci terakhir-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafaat. Namun, dengan menyebutkan beberapa sifat dan kriteria syafi’ atau pemberi syafaat, Al Quran menjelaskan bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut berarti ia adalah syafi’ di hari kiamat.
Ada beberapa kelompok yang disebut oleh Al Quran Al-Karim sebagai syafi’. Di antaranya adalah para nabi a.s., malaikat, dan kaum mukminin yang saleh. Selain itu amal perbuatan yang baik juga dapat memberikan syafaat kepada pelakunya. Berikut ini adalah kelompok-kelompok yang mampu berikan syafaat:
1. Para Nabi.
Allah SWT berfirman:
يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرۡتَضَىٰ وَهُم مِّنۡ خَشۡيَتِهِۦ مُشۡفِقُونَ (٢٨)
28. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang telah diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hatikarena takut kepada-Nya. 
Ayat di atas menunjukkan bahwa kaum kafir menyebut para rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi Al Quran dengan tegas membantah perkataan mereka dan menyebut para rasul itu sebagai hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan tugas kenabian dan mereka tidak akan memberikan syafaat yang merupakan hak yang mereka dapatkan dari Allah kecuali kepada mereka yang telah diridhai oleh-Nya.
Makna yang dikandung oleh ayat ini juga sesuai untuk para malaikat. Sebab dalam banyak ayat suci Al Quran disebutkan bahwa kaum kafir dan musyrik sering menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. Maha- suci Allah dari segala yang mereka tuduhkan itu.
2. Para Malaikat
Ayat Al Quran yang menyebutkan bahwa para malaikat adalah para pemberi syafaat adalah firman Allah yang berbunyi:
 وَكَم مِّن مَّلَك فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ لَا تُغۡنِي شَفَٰعَتُهُمۡ شَيۡ‍ًٔا إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ أَن يَأۡذَنَ ٱللَّهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرۡضَىٰٓ (٢٦)
26. Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan ridhai-(Nya). 
3.   Mukminin 
 Allah SWT berfirman:
وَلَا يَمۡلِكُ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَن شَهِدَ بِٱلۡحَقِّ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ (٨٦)
86. Dan para sesembahan selain Allah tidak dapat memberikan syafaat. (Yang dapat memberi syafaat hanyalah) mereka yang bersaksi atas kebenaran dan mereka yang mengetahui. 

F. Penerima Syafaat
لَّا يَمۡلِكُونَ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَنِ ٱتَّخَذَ عِنْدَ ٱلرَّحۡمَٰنِ عَهْدًا (٨٧)
87. Mereka tidak berhak mendapat syafaat kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Allah Yang Maha Pemurah. 
Orang-orang kafir itu tidak memperoleh syafaat dari siapapun untuk menolong mereka atau meringankan penderitaan pahit dan getir yang mereka alami. Karena yang berhak menerima syafaat pada hari itu hanyalah orang-orang yang telah dijanjikan Allah akan mendapat syafaat yaitu orang-orang mukmin yang di masa hidupnya di dunia telah mempersiapkan diri untuk mendapat syafaat itu dengan amal ibadatnya dan perjuangannya menegakkan kalimat Allah. Syafaat pada hari itu hanya dimiliki oleh para Nabi, ulama dan para syuhada sesuai dengan amal dan bakti mereka masing-masing. Di antara amal ibadat yang menjadikan seseorang berhak memperoleh syafaat itu ialah memelihara salat lima waktu dengan sebaik-baiknya sebagaimana. Tetapi orang yang pernah meninggalkan salatnya, tidak akan memperoleh janji Allah itu. Terserahlah kepada Tuhan apakah Dia akan memberinya rahmat atau menimpakan azab kepadanya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Syafaat ialah permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya.
2. Barangsiapa di dunia tidak pernah berusaha mendapatkan syafaat Nabi SAW dengan jalan bertawasul kepada Beliau, berarti sedikitpun tidak akan mendapatkan syafaat tersebut di akhirat. Jika mereka itu mati dalam keadaan iman sempurna berarti akan masuk surga dengan selamat, namun jika tidak, berarti tidak ada yang dapat menolong saat mereka dimasukan neraka. Namun, tanpa syafaat Nabi di dunia, barangkali tidak mungkin orang dapat menyempurnakan imannya sehingga dapat masuk surga dengan selamat.
3. Syafaat berlaku bagi orang-orang yang tidak mendapatkan izin dan ridha Allah, yaitu orang-orang kafir. Sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat diakhirat, berlaku bagi orang-orang yang diberi izin dan diridhai Allah.
4. Allah menyatakan bahwa seluruh syafaat adalah hak-Nya. Tidak ada seorangpun yang berhak memberi syafaat kecuali bagi orang yang diizinkan oleh-Nya untuk diberi syafaat dan Dia ridhai perkataan dan amalnya.
5. Pemberi syafaat ada tiga golongan, yakni para Nabi, para Malaikat serta orang Mukminin.
6. Yang berhak menerima syafaat pada hari itu hanyalah orang-orang yang telah dijanjikan Allah akan mendapat syafaat yaitu orang-orang mukmin yang di masa hidupnya di dunia telah mempersiapkan diri untuk mendapat syafaat itu dengan amal ibadatnya dan perjuangannya menegakkan kalimat Allah. Syafaat pada hari itu hanya dimiliki oleh para Nabi, ulama dan para syuhada sesuai dengan amal dan bakti mereka masing-masing.

B. Saran
Kami Tim Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran, khususnya dari dosen pengampu mata kuliah Tafsir dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Khaf, Habib Abdullah Zakiy. Manusia, Alam, Roh, dan Alam Akhirat. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005.
Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. TOBAT: Kembali Kepada Allah. Terj. Abdul Hayyie Al-Katani dan Uqinu Attaqi. Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
Ar-Risalah, Markaz. “Syafaat”.(www.al-shia.org). 
Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2010.
Musayyar, Muhammad Sayyid Ahmad. Buku Pintar Alam Gaib. Terj. Iman Firdaus dan Taufik Damas. Jakarta: Zaman, 2009.
Tafsir Jalalain Digital.
----------. Al-Qur’an dan Terjemahannya. STAIN Kediri. 2004.

1 Komentar untuk "Contoh Makalah Syafaat"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel