Contoh Makalah Ikhlas Beramal

IKHLAS DALAM BERAMAL
A. Muqaddimah
Kita sebagaimana makhluk yang dianugerahi akal oleh Allah Swt dengan keteguhan amal yang kita miliki, tentunya kita tahu bahwa kesuksesan dunia dan akherat tidak mumungkin bisa dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tanpa amal bagaikan pohon yang tak berbuah, dan amal akan tertolak tanpa ilmu. Akan tetapi suatu amal tidak akan berguna jika tidak disertai dengan niat yang benar. Namun begitu, niat saja tidak cukup tanpa disertai keikhlasan.
Setiap amal membutuhkan empat hal, yaitu: 1) berilmu sebelum mengerjakannya, jika tikak maka amal yang rusak lebih banyak dari pada yang bagus.2) niat ketika mengerjakannya, jika tidak amal tersebut tidak bernilai pahala. 3) sabar dalam beramal setelah mengerjakannya,jika tidak maka amal tersebut akan sembrono. 4)ikhlas menyerahkan amal kepada Allah, jika tidak amalnya akan tertolak. 
Menurut Imam AL-Ghozali mendefinisikan “ikhlas” sebagai suatu hal yang murni, bersih dari segala macam hal yang mencampurinya .beliau mengutip sebuah ayat:
وإنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَمِ لَعِبْرةً نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِي بُطُوْنِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِيْنَ
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu semua. Kami memberimu minum dari pada apa yang berbeda dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah , yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.“ (Q.S. An Nahl: 66)
Ayat diatas menjelaskan bahwa susu yang murni ialah yang bersih dari segala sesuatu yang mencampurinya. Dari sini Imam Al-Ghozali memaparkan arti ikhlas, bahwa ikhlas adalah memurnikan tujuan taqorrub kepada alllah semata dari segala yang mencampurinya. 
Menurut Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, ikhlas yaitu perbuatan hati yang di dalamnya tidak memunculkan selainnya Allah. Suatu pendapat, ikhlas yaitu memurnikan amal dari semua sesuatu yang mencampurinya. 
Menurut Abu Al-Qasim Al-Qusyairi ikhlas adalah menegaskan Al-haqq (Tuhan yang Maha Benar) dalam melakukan ketaatan dengan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya, bukan untuk mendapatkan pujian atau apa saja yang dapat menghalangi diri untuk dekat dengan Allah. Menurut ulama ikhlas ada dua macam. Yaitu : 
1. Keikhlasan beramal merupakan keinginan mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan ikhwal-Nya dan menyambut seruan-Nya. Adapun yang mendorong keyakinan itu adalah keyakinan yang benar. Lawan kata dari keikhlasan beramal adalah kemunafikan.
2. Keikhlasan mencari pahala merupakan keinginan memperoleh manfaat akhirat dengan amal kebajikan. Lawan kata dari keikhlasan ini adalah riya’.
Secara lughawi, kata amal (bahasa arab) terdiri dari ‘ain, mim dan lam yang berarti semua pekerjaan yang di kerjakan. Kata amal juga berarti perbuatan atau pekerjaan yang di sertai niat atau maksud dan pikiran. Menurut Raqib al-‘asfahany amal adalah suatu perbuatan yang di lakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan sendiri, di lakukan secara sadar dan sengaja yang di sertai dengan niat.
Dari paparan di atas dapat di simpulkan bahwa ikhlas beramal merupakan ketulusan hati seorang muslim untuk melakukan perbuatan berdasarkan akal, ilmu, kesadaran dengan tujuan untuk mengharap ridho Allah.
Untuk memproleh kualitas ikhlas yang baik seorang muslim harus menumbuhkan keyakinan terlebih dahulu. Hal ini di karenakan keyakinanlah yang menjadi kunci dari keikhlasan. Sebab orang yang yakin akan mampu menciptakan kekhusyukan dalam menjalankan segala perbuatannya. Orang yang yakin akan selalu kokoh berdiri di terjang ombak yang sangat dahsyat. Mereka akan selalu mempunyai anggapan bahwa Allah selalu memberinya nikmat. Segala permasalahan yang terjadi selalu di serahkan kepada Allah. Karena dia sadar akan tugasnya untuk selalu berusaha. Hanya orang yang memiliki keyakinan yang bisa merasakan keikhlasan yang sesungguhnya.

B. Hadits dan terjemah
Hadis 1 :
بَابَ مَا جَاءَ إِنَّ اْلأَعْمَالَ بِالنِّيَةِ وَالْحِسْبَةِ وَلِكُلِّ امْرِئِ مَا نَوَى فَدَخَلَ فِيْهِ اْلِإيْمَانُ وَاْلوُضُؤُ وَالصَّلَاةُ وَالزَّكَاةُ وَالحَجُّ وَالصَّوْمُ وَالْاَحْكَامُ وَقَالَ الله تَعَالَى (قُلْ كُلِّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ ) عَلَى نِيَّتِهِ نَفَقَهُ الَرّجُلِ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَاصَدَقَةُ وَقَالَ النَّيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَانِيَّةٌ 
Artinya :
“bab sesungguhnya setiap amalan tergantung niat dan al-hisbah dan setiap orang memperoleh sesuai dengan kadar niatnya, termasuk dalamnya iman, wudhu, sholat, zakat dan haji, shaum dan hukum-hukum muamalat. Allah berfirman : “katakanlah Muhammad, setiap orang berbuat sesuai dengan pembawanya masing-masing, (QS. Al-isra’: 84). Yakni menurut niatnya masing-masing. Nafkah yang di berikan seseorang kepada keluarganya dengan niat mencari pahala terhitung sedekah. Rasululullah SAW bersabda : “akan tetapi jihat dan niat. ”
Hadis 2 :
حَدَّثَنَا عَبْدُالله ابْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا ماَلِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنُ سَعِيْدِ عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ عَلْقَمَةٍ بْنِ وَقَاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنْ رَسُوْلَ الله صَلَّىالله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْاَعْمَالُ بِالنِّيَةٍ وَلِكُلِّ اْمرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَا نَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى الله وَرَسُوْلُهُ فَهِجْرَتُهُ إِلَى الله وَرَسُوْلُهُ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ الدُّنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَا جَرَ إِلَيْهِ 
Artinya :
“Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Malik telah menggambarkan kepada kami dan yahya bin sa’id dan Muhammad bin Ibrahim dari ‘alqamah bin waqqash dari umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Barang siapa hijrahnya karena materi dunia yang ingin di raihnya atau wanita yang ingin di niatinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ia maksudkan.” 
Hadis 3 :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ اَوَّلَ اَلنَّاسِ يَقْضِيُ عَلًيْهِ يَوْمَالْقِيَامَةِ رَجُلٌ اِسْتَشْهَدَ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ : فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اَشْهَدَ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هًوَ جَرِى. وَ قَدْ قِيْلَ : ثًمَّ اَمَرَبِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَسَعَ اللهُ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْنَافِ اْلمَالِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ مِنْهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ اَنْ يُنْفِقَ فِيْهَا اِلَّا اَنْفَقْتُ فِيْهَالَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيْقَالَ هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيْلَ ثُّمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمُهُ اَوْ قَرَءَ اْلقُرْاَنَ فَاءَتَ بِهِ فَعَرَفَهُ نِعَمِهِ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْ تُهُ وَقَرَءْتُ فِيْكَ الْقُرْاَنَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ عَالِمٌ اَوْ قَرَءْتَ لِيْقَالَ هُوَ قَارشئٌ، ثُمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ
Artinya : “Abu Hurairah r. a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda , “Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat sebagai pahalanya, kemudian ia melihatnya seraya dikatakan kepadanya, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat-nikat itu? Ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu (Ya Allah)”. Allah menjawaab , “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat demikian supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kmudian malaikat diperintahkan menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; seorang yang diberi Allah harta benda, kemudian didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikkmat sebagai pahalanya lalu ia melihatnya seraya dikatakan kepadanya, “Amalan apakah yang engkau lakukan sehingga engkau mendapatkan nikmat itu?”, ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak di jalan yang Engkau ridhai YaAllah” melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu Allah SWT menjawab, “Dusta Engkau, sesungguhnya engkau melakukan demikian itu  supaya kamu dikatakkan sebagai orang yang dermawan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret mukanya dan memasukkannya ke dalam neraka. Dan seseorang lagi yang menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat sebagai pahalanya, lalu ia melihatnya seraya dikatakan kepadanya, “Amal apa yang telah engkau lakukan sehingga engakau medapatkan nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya dan memebaca Al-Qur’an hanya untuk-Mu ya Allah.” Kemudian Allah SWT menjawab,”Dusta engkau, sesungguhnya engakau menuntut ilmu supaya engkau dikatakan pintar, dan membaca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat untuk meyeret mukanya dan melemparnya ke dalam neraka.”

Hadis 4 :
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَاِفعٍ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِيٍّ قَالَ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ سَعْدٍ بْنُوَقَاسٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنْ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَهُ نَبْتَغِي بِهَا وَجَهُ الله إِلاَّ أَجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلٌ فِي فَمِ إِمْرَأَتِكَ 
Artinya : al-hakam bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata sayup telah mengabarkan kepada kami dari Az-zuhri, ia berkata, “Amir bin sa’ad telah menceritakan kepadaku dari Sa’ad bin Abi Waqsah ra, ia mengabarkan kepadanya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya tidaklah engkau mengeluarkan nafkah dengan mengharap wajah Allah kecuali Engkau di beri ganjaran pahala atasnya hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” 
Hadis 5 :
حَدَّثَناَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلَ بْنُ إِبْرَهِيْمُ أَخْبَرَنْي رَوْحُ بْنُ اْلقَاسِمِ عَنْ العاَلَاءَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوْبَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَبِيي هُرَيْرَةَ قَالَ قاَلَ رَسُوْل الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الله تَباَرَكَ وَتَعاَلَى أَنَا أَغْنَ الشُّرَكَاءِ عَنِ الشُّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكِ فِيْهِ مَعِي غَيْرِي تَرَ كْتُهُ وَشِرْكَهُ 
Artinya : zuhair bin Harb memberitahukan kepadaku, Ismail bin Ibrahim telah memberitahukan kepada kami, Ruh bin al-qasyim telah menggambarkan kepadaku, dari al-ala bin Abdurrahman bin Ya’qub, dari ayahnya dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT berfirman, aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa mengerjakan suatu amal lalu ia menyangkutkanku dengan selain Aku di dalam amal tersebut, maka aku akan meninggalkannya bersama kesyirikannya” 
C. Kualitas Hadis

Hadis 1 :
Menurut ibnu daqiqil ‘ied berkata dalam Syarh Arbain an-nawawi hal 9 : “ini adalah hadis shahih yang di sepakati akan keshahihannya dan akan besarnya kedudukan dan keagungannya serta banyaknya faedahnya”.

Hadis 2 Hadis riwayat : 
 Thobrani no 9, 102, 8540
 Al-mizzy no 16, 126
 Adz-dzahdy no 10, 590
Hadis ini termasuk hadis shahih.

Hadis 3 :
Hadis ini berkualitas shahih, di riwayatkan oleh Muslim dalam kitab al-imarah hadis nomor 152, Ahmad dalam Musnad 2/322, an-Nasa’i dalam kitab jihad bab 23 dan kitab keutamaan al-Qur’an bab 108. 

Hadis 4 :
Hadis ini shahih. Shahih terkuat ke tiga (di riwayatkan oleh Muslim). 

Hadis 5 : 
Hadis ini shahih, di riwayatkan oleh Muslim dalam zuhud, hadis no 46. 

D. Fiqhul Hadits
1.  dalam bab ini al-Bukhari Rahimahullah menjelaskan bahwa separuh amalan tergantung niatnya. Seseorang berniat untuk melakukan sesuatu amal dan mengharapkan pahalanya di sisi Allah dan setiap orang memperoleh apa yang di niatkannya, yakni amal yang di niatkannya dan pahala yang di harapkannya. Termasuk di dalamnya iman, wudhu, shalat, zakat, haji, puasa dan hukum-hukum muamalat. Semuanya ini termasuk ke dalam perkara keimnanan, dan termasuk ke dalam keumuman niat. Maka pahala yang di harapkan seseorang termasuk cabang iman. Sebab, jika seseorang melaksanakan suatu amal dan di dalam hatinya tertanam pengharapan akan pahala di sisi Allah, maka itu merupakan keimanan kepada Allah dan keimanan kepada pahala. 
Niat yang murni dalam lubuk hati yang sungguh-sungguh ingin beramal atau beribadah, sehingga merasakan atau membayangkan beratnya penderitaan perbuatan tersebut, seolah-olah ikut merasakan pahitnya tetapi ia tidak dapat membuktikan secara nyata akibat adanya halangan. Maka, pahalanya sebagaimana orang-orang yang dapat melaksanakan dalam perbuatan nyata. 

2. Hadis tersebut menjelaskan bahwa niat adalah hal terpenting dalam setiap amal. Sesuatu di peroleh dari sebuah amal tergantung dengan niat awalnya. Oleh karena itu, Nabi menyebutkan “barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin di perolehnya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya.”

3. Hadis tersebut menggambarkan tentang orang yang melakukan amal kebaikan disertai dengan rasa riya. Sehigga apa yang telah ia lakukan tiada berarti apa-apa karena sifat riya tersebut. Misalnya saja seperti hadis diatas, kedudukan berperang di jalan Allah adalah amal yang disukai Allah. Bahkan, orang yang mati syahid karena berperang di jalan Allah di jamin oleh Allah masuk ke dalam surga-Nya. Namun demikian, walaupun kita berperang di jalan Allah sampai mati itu bukanlah berarti menjamin kita masuk ke dalam surga-Nya Allah, dikarenakan sifat riya. Yang dalam hal ini ingin mendapatkan pujian dari orang lain atau supaya dianggap sebagai pahlawan. Allah memperingatkan kita agar ketika beramal kita tidak memiliki maksud lain selain Allah dan mencari Ridha selainNya dalam amal tersebut. Inilah yang di sebut syirik yang wajib dihindari oleh setiap hamba sejauh-jauhnya. Sebab, pokok dari semua amal adalah keikhlasan kepada Allah. Kalau seorang hamba beramal karena si fulan dan mencari ridha si fulan, takut kepada yang lain atau cinta kepada yang lain, maka hal itu menunjukkan kelemahan iman dalam hati dan tidak mengakui bahwa Allah SWT mengawasi semua amal dan ucapannya. 

4. Syahidnya yang umum terdapat pada perkataan beliau, “tidaklah engkau mengeluarkan nafkah, maka makananya mencakup semua sedekah. Perkataan Nabi, “sesungguhnya tidakkah engkau mengeluarkan nafkah dan mengharap wajah Allah kecuali engkau di beri ganjaran pahala atasnya hingga sesuatu yang engkau suapkan kepada istrimu. Syahidnya terdapat pada ucapan beliau mengharapkan wajah Allah.” Inilah yang di sebut mengharap pahala Beliau.” Perkataan Beliau, “hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.sebagai ulama mutakhirin membawa makna hadis ini kepada seseorang yang mengambil sesuap makanan lalu menyuapkannya ke dalam mulut istrinya. Mereka menjelaskan bahwa perbuatan demikian dapat mempererat kasih sayang antar spasang suami istri. Namun tidak di ragukan lagi bahwa bukan ini maksud sebenarnya. Sebab hadis Rasululullah SAW di bawa kepada makna yang berlaku kepada kebiasaan manusia. Orang tidak memahami makna hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu, sesungguhnya maknanya ialah hingga sesuatu yang engkau sedekaahkan kepada istrimu, namun ada benarnya bahwa perbuatan seperti itu dapat menimbulkan kelembutan serta kasih dan sayang di antara sepasang suami istri maka kadangkala hal itu tidak mengapa di lakukan. 

5. Apabila seseorang melakukan amal ibadah secara terus menerus spanjang hidupnya, itu tidak akan ada artinya dimata Allah jika masih diiringi sifat riya (yang ingin mendapatkan pujian, julukan sebagai orang yang baik dan lainnya). Para ulama mengatakan bahwa barang siapa bersikap riya di dalam amal perbuatannya dan menperdengarkannya kepada orang-orang agar di muliakan serta meyakini perbuatan baiknya, maka Allah akan mempermalukannya di akhirat nanti. 

E. KESIMPULAN
Ikhlas dalam beramal merupakan sifat yang tiada mengharapkan tujuan lain selain dari pada untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ikhlas dalam beramal tidak boleh di ikuti dengan riya, yaitu mengharapkan pujian atau kehormatan dari sesamanya. Karena amal akan di balas oleh Allah adalah amal yang di lakukan karena mengharap kasih dan sayangnya, yaitu dengan keikhlasan di dalamnya.


DAFTAR PUSTAKA

An-nazaly, Muhammad Haqqiy, Khozinatu Al-Asrory, Al-Ma’had Al-Islami As-Salafi.
Mahrus, Imam Yahya. “Fatwa: Menggapai Kebahagiaan dengan Keikhlasan Niat dan Amal”, Misykat, edisi 43. Kediri: Ponpes Lirboyo, Januari 2008.
Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi Ad-Dimasyqi, Mau’idlotul Mu’minin min Ihya’ Ulumuddin. Jakarta: Daar Al-Kutub Al-Islamiyah, cetakan pertama 2005 M/ 1426 H.
Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili Asy-Syafi’i, Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Alami Al-Ghuyub. Surabaya: Al-Hidayah.
Jumantoro, totok dan Samsul Amin, kamus ilmu tasawuf. penerbit Amzah, 2005
Abi Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Maqayis al-lughah, Dar al-Fikri.
Jubran Mas’ud, al-Ralahr Mu’jam Lughawiy Asrhy. Beirut: Dar al-Ilmu lil Mulayin, 1981.
Al-usmani, Muhammad bin Shalih. syarah shahih al-bukhari. jakarta:darus sunnah press, 2010.
Imam an-nawawi, al-minhaj syarah shahih muslim ibn al-hajj. jakarta:darus sunnah, 2011
Suhaemi, masrab. tarjamah riyadhus shalihin. surabaya:mahkota
Umairat, Syaikh zakariya. Petunjuk-petunjuk ilahi dalam hadis qudsi. yogyakarta:mitra pustaka, 2011
Al-maliki, Muhammad Alawi. al-manhallu al-lathifu fi ushuli al-haditsi asy-syarifi . yogyakarta:pustaka pelajar. 2006

Belum ada Komentar untuk "Contoh Makalah Ikhlas Beramal"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel